materi pelajaran, soal latihan dan pembahasan soal latihan, serta metode pembelajaran

Sabtu, 05 Oktober 2013

MAKALAH BK BIMBINGAN DAN KONSELING

Berikut adalah  MAKALAH BK BIMBINGAN DAN KONSELING untuk memenuhi tugas sekolah ataupun kuliah dengan  MAKALAH BK BIMBINGAN DAN KONSELING silahkan bebas untuk sobat download jangan lupa untuk di edit dan di baca untuk mengerti dan memahami isi dari  MAKALAH BK BIMBINGAN DAN KONSELING terimakasih telah berkunjung semoga bermanfaat

Makalah BK semester 3



MAKALAH
“BIMBINGAN DAN KONSELING”
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu : Nita Sari Ningrum, M.Pd.
Prodi/Kelas : Pendidikan Matematika / III B
Disusun oleh :
Kelompok 7
1.      Eva Nurfianti                    (0610053612)
2.      Ema Imroatus Salima       (0610054912)
3.      M. Risqiawan                    (0610056811)
4.      Handayani Catur W.U.    (0610057112)
5.      Mediana                            (0610057712)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2012
KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas terselesainya makalah ini yang berjudul “Bimbingan dan Konseling”.
            Makalah ini kami susun dengan tujuan agar para pembaca bisa mengetahui tentang bimbingan dan konseling.
            Dalam penulisan makalah ini, kami melakukan penelitian terlebih dahulu tentang pentingnya bimbingan dan konseling masyarakat. Dalam penelitian itu kami mengalami kesulitan diantaranya dalam hal meluangkan waktu dalam pengamatannya. Disamping itu, kami jga mengunakan metode pustaka dan internet.
            Tidak lupa kami selaku penulis makalah ini, sudah sewajarnya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Pembimbing Mata kuliah Bimbingan dan Konseling. Sangat penulis sadari bahwa dalam makalah ini, baik dari segi bahasa ataupun isinya masih banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pembacanya.
                                                                                    Pekalongan,    September 2012
                                                                                   
Penulis


DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................            i
Kata Pengantar .......................................................................................................           ii
Daftar Isi .................................................................................................................          iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang..........................................................................................           1
1.2       Rumusan Masalah......................................................................................           2
1.3       Tujuan........................................................................................................           3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 . Pengertian Bimbingan Konseling..............................................................           3
2.2 . Tujuan Bimbingan dan Konseling di sekolah............................................           6
2.3 . Peranan Bimbingan dan konseling dalam Pendidikan di Sekolah............           8
2.4 . Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa................           9
2.5 . Landasan Bimbingan dan konseling..........................................................         10
2.6 . Prinsip-prinsip Operasional Bimbingan dan Konseling di Sekolah...........         39
2.7 . Asas-Asas Bimbingan dan Konseling.......................................................         45
2.8 . Orientasi Layanan Bimbingan dan Konseling...........................................         50
2.9 . Jenis Layanan dan Kegiatan Bimbingan dan Konseling...........................         52
2.10 Kode Etik Bimbingan dan Konseling.......................................................         61
BAB III PENUTUP
3.1 . Simpulan....................................................................................................         63
3.2 . Saran..........................................................................................................         64
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................         66


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap tuhan YME dan berbudi pekerti  luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, murid harus dapat berkembang secara optimal dengan kemampuan untuk berkreasi, mandiri, bertanggungjawab, dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi Pendidikan harus membantu bukan hanya mengembangkan kemampuan inteleknyatetapi juga kemampuan mengatasi masalah didalam dirinya sendiri dan masalah yang ditemuinya dalam interaksinya dengan lingkungan. Jika itu tercapai, maka murid nantinya akan mendapatkan kehidupan yang baik sehingga dapat melaksanakan funsinya sebagai warga negara.
Manusia dilahirkan dengan berbagai macam potensi yang dapat dikembangkan untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Potensi-Potensi itu tidak mempunyai arti apa-apa bila tidak dikembangkan dengan baik. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua individu memahami potensi yang dimilikinya, apalagi pemahaman tetang cara pengembangkannya. Didalam perjalanan hidupnya individu juga sering kali memenuhi berbagai macam masalah. Lepas dari persoalan yang satu muncul persoalanyang lain, demikianlah seterusnya silih berganti persoalan itu timbul. Kelihatannya tidak semua individu mampu mengatasi persoalannya sendiri agar mereka dapat mengenali potensi-potensi yang dimiliki, mengembangkannya secara optimal serta menghadapi masalah yang dihadapi diperlukan bantuan atau bimbingan dari orang lain, sehingga mereka dapat berbuat dengan tepat sesuai dengan potensi atau keadaan yang ada pada dirinya.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Apa pengertian bimbingan konseling?
1.2.2   Apa tujuan bimbingan dan konseling di sekolah?
1.2.3   Apa peranan bimbingan dan konseling dalam pendidikan di sekolah?
1.2.4   Apa peranan bimbingan dan konseling dalam pembelajaran siswa?
1.2.5   Apa landasan bimbingan dan konseling?
1.2.6   Apa prinsip-prinsip operasional bimbingan dan konseling di sekolah?
1.2.7   Apa asas-asas bimbingan dan konseling?
1.2.8   Apa orientasi layanan bimbingan dan konseling?
1.2.9   Apa kode etik bimbingan dan konseling?
1.3  Tujuan
1.3.1   Untuk mengetahui pengertian bimbingan konseling.
1.3.2   Untuk memahami tujuan bimbingan dan konseling di sekolah.
1.3.3   Untuk mengetahui peranan bimbingan dan konseling dalam pendidikan di sekolah.
1.3.4   Untuk memehami peranan bimbingan dan konseling dalam pembelajaran siswa.
1.3.5   Untuk mengetahui landasan bimbingan dan konseling.
1.3.6   Untuk memahami prinsip-prinsip operasional bimbingan dan konseling di sekolah.
1.3.7   Untuk mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling.
1.3.8   Untuk memahami orientasi layanan bimbingan dan konseling.
1.3.9   Untuk mengetahui kode etik bimbingan dan konseling.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pelayanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia, dan oleh manusia. Dari manusia, artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasarkan hakikat keberadaan manusia dengan segenap dimensi kemanusiaannya. Untuk manusia, dimaksudkan bahwa pelayanan tersebut dilanggarakan demi tujuan- tujuan yang agung, mulia dan positif bagi kehidupan kemanusiaan menuju manusia seutuhnya, baik manusia sebagai individu maupun kelompok. Oleh manusia mengandung pengertian penyelenggaraan kegiaatan itu adalah manusia dengan segenap derajat, martabat dan keunikan masing – masing yang terlibat didalamnya. Proses  bimbingan dan konseling seperti itu melibatkan manusia dan kemanusiaannya sebagai potensi-potensi dan kecenderungan –kecenderungannya, perkembangannya, dinamika kehidupannya, permasalahan-per masalahannya, dan interaksi dinamis antara berbagai unsur yang ada itu.
Dalam kehidupan sehari-hari,seiring dengan penyelenggaraan pendidikan pada umumnya, dan dalam hubungan saling pengaruh antara orang yang satu dengan yang lainnya, peristiwa bimbingan setiap kali dapat terjadi. Orang tua membimbing anak-anaknya; guru membimbing murid-muridnya, baik melalui kegiatan pengajaran maupun non pengajaran; para pemimpin membimbing warga yang dipimpinnya melalui berbagai kegiatan, misalnya berupa pidato, santiaji, rapat, diskusi, dan instruksi. Proses bimbingan dapat pula terjadi melalui media cetak (buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain), dan media elektronika(radio,televisi, film,video,tele komperensi, telediskusi). Semua peristiwa bimbingan yang terlaksana seperti itu dapat disebut sebagai bimbingan informal yang bentuk, isi dan tujuan, serta aspek-aspek penyelenggaraan tidak terumuskan secara nyata.
Sesuai dengan tingkat perkembangan budaya manusia, muncullah kemudian upaya-upaya bimbingan yang selanjutnya disebut bimbingan formal.  Bentuk, isi dan tujuan, serta aspek-aspek penyelenggaraan bimbingan (dan konseling) formal itu mempunyai rumusan yang nyata.
Bentuk nyata dari gerakan dari gerakan bimbingan dan konseling yang formal berasal dari amerika serikat yang telah dimulai pengembangannya sejak Frank Parson mendirikan sebuah badan bimbingan yan disebut Vocational Guidance Bureau (Jones, 1951). Usaha parson inilah yang menjadi cikal-bakal pengembangan gerakan bimbingan dan konseling di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, dalam rangka lebih memahami pengertian bimbingan dan konseling perlu ditinjau pengertian bimbingan dan konseling yang lebih luas untuk dijadikan pangkal tolak bagi pembahasan seluk beluk bimbingan dan konseling lebih jauh.
1.      Pengertian Bimbingan
Rumusan tentang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yaitu sebagaimana telah disinggung di atas, sejak dimulainya bimbingan yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu, rumusan demi rumusan tentang bimbingan bermunculan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan itu sendiri sebagai suatu pekerjaan khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Berbagai rumusan tersebut dikemukakan sebagai berikut :
Bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan yang teratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda atas kekuatannya dalam menentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada akhirnya ia dapat memperoleh pengalaman yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat. (Lefever, dalam McDaniel,1959).
Bimbingan sebagai proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat plihan-pilihan, rencana-rencana, dan intepretasi-interpretasi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri yang baik. (Smith,  dalam McDaniel, 1959).
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri. (Crow & Crow, 1960).
Bimbingan dapat diartikan sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan yang membantu menyediakan kesempatan-kesempatan pribadi dan layanan staf ahli dengan cara mana setiap individu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan dan kesanggupannya sepenuh-penuhnya sesuai dengan ide-ide demokrasi. (Mortensen&Schmuller, 1976).
Bimbingan merupakan segala kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu. (Bernard&Fullmer, 1969).
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan agak setiap individu untuk memilih jalan hidupnyaa sendiri sejauh tidak mencampuri hak orang lain. Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan (diwarisi), tetapi harus dikembangkan. (Jones,Staffire & Stewart, 1970).
2.      Pengertian Konseling
Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa Yunani, yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari kata “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Konseling adalah kegiatan di mana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, di mana ia diberi bantuaan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konselor tidak memecahkan masalah untuk klien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah masalahnya sendiri tanpa bantuan. (Jones, 1951).
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseling dibanyu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan-menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, 1959).
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya,dan untuk mencapai perkembangan opimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu. (Division of Conseling Psyicology).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang  yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan kepada individu yang sedang suatu masalah yang ber muara pada teratasinya masalah.Bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan orang yang ahli kepada individu dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana untuk mengatasi masalah individu tersebut.
2.2     Tujuan bimbingan dan konseling di Sekolah
Tujuan pemberian layanan bimbingan ialah agar individu dapat
(1)   Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannyadi masa akan datang.
(2)   Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin.
(3)   Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya.
(4)   Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk :
(1)   Mengenal dan memahami potensi, kekuatan dan tugas-tugas perkembangannya.
(2)   Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya.
(3)   Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut.
(4)   Memahaami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
(5)   Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat.
(6)   Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya.
(7)   Mengembangkan segala potensi dan kekuatannya yang dimilikinya secara tepat dan teratur secara optimal.
Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuain lingkungannya. Insan seperti itu adalah insan yang mandiri yang memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana. Mengarahkan diri sendiri sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal. Hal ini semua dalam rangka pengembangan keempat perwujudan keempat dimensi kemanusiaan individu.
Tujuan Bimbingan di Sekolah
Layanan bimbingan sangat dibutuhkan agar siswa-siswa yang mempunyai masalah dapat terbantu, sehingga mereka dapat belajar lebih baik. Dalam kurikulum SMA tahun 1975 Buku III C dinyatakan bahwa tujuan bimbingan di sekolah adalah membantu siswa : mengatasi kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukannya pada saat proses belajar-mengajar berlangsung dan dalam hubungan sosial.
(1)   Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani.
(2)   Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan kelanjutan studi.
(3)   Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
(4)   Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial-emosional di sekolah yang bersumber dari sikap murid yang bersangkutan terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sekolah, keluarga, dan lingkungan yang lebih luas. 
Di samping tujuan-tujuan tersebut, Downing  (1968)  juga mengemukakan bahwa tujuan layanan bimbingan di sekolah sebenarnya sama dengan pendidikan terhadap diri sendiri,  yaitu membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial psikologis mereka, merealisasikan keinginannya,  serta mengembangkan  kemampuan atau potensinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari layanan bimbingan dan konseling adalah membantu mengatasi berbagai macam kesulitan-kesulitan dan masalah yang dihadapi siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
2.3     Peranan  Bimbingan dan Konseling dalam pendidikan di Sekolah
Bila tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia yang utuh, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencapai kematangan emosional dan sosial, sebagai individudan anggota masyarakat selain mengembakan kemampuan inteleknya. Bimbingan dan konseling menangani masalah-masalah atau hal-hal di luar  bidang garapan pengajaran,  tetapi secara tidak langsung  menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan  melalui layanan secara khusus terhadap semua siswa agar dapat mengembangkan  dan memanfaatkan  kemampuannya secara penuh   (Mortensen  dan  Schemuller,   1969)
Bimbingan dan konseling semakin hari semakin dirasakan perlu keberadaannya di setiap sekolah. Hal ini didukung oleh berbagai macam faktor, seperti dikemukakan oleh Koestoer Partowisastro (1982), sebagai berikut :
1.      Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah,  di mana anak dalam waktu sekian jam ( ± 6jam) hidupnya berada di sekolah.
2.      Para siswa yang usianya relatif masih muda sangat membutuhkan bimbingan baik dalam memahami keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai macam kesulitan.
Kehadiran konselor di sekolah dapat meringankan tugas guru (Lundquist dan Chamely yang dikutip oleh Belkin, 1981). Mereka menyatakan bahwa konselor ternyata sangat membantu guru, dalam hal :
1)      Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah afektif yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru.
2)      Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi proses belajar-mengajar.
3)      Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif.
4)      Mengatasi masalah-masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan tugasnya.
2.4     Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa
Dalam proses pembelajaran siswa, setiap guru mempunyai keinginan agar semua siswanya dapat memperoleh hasil belajar yang baik dan memuaskan. Harapan tersebut seringkali kandas dan tidak bisa terwujud, sering mengalami berbagai macam kesulitan dalam belajar. Sebagai pertanda bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar dapat diketahui dari berbagai jenis gejalanya seperti dikemukakan Abu Ahmadi (1977) sbb :
1)      Hasil belajarnya rendah, dibawah rata-rata kelas.
2)      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
3)      Menunjukkan sikap yang kurang wajar ; suka menentang, dusta, tidak mau menyelesaikan tugas, dll.
4)      Menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu, dll.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar kadang-kadang ada yang mengerti bahwa dia mempunyai masalah tapi tidak tahu bagaimana mengatasinya, dan ada juga yang tidak mengerti kepada siapa ia harus meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya itu. Apabila masalahnya itu belum teratasi, mereka mungkin tidak dapat belajar dengan baik, karena konsentrasinya terganggu.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa peranan bimbingan dan konseling dalam pembelajaran siswa disekolah sangat penting karena konselor dan guru merupakan suatu tim yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan. Keduanya dapat saling menunjang terciptanya proses pembelajaran yang lebih efektif.
2.5     Landasan Bimbingan dan Konseling
A.      Landasan Filosofis
Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa yunani: philos berarti cinta, dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Lebih luas, kamus webser new universal memberikan pengertian bahwa filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berfikir dan tingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kentataan, termasuk kedalam studi tentang estetika, etika, logika, metafisika dan lain sebagainya. Denjgan kata lain filsafat merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya tentang sesuatu. Tidak adalagi pekikiran yang lebih dalam, lebih luas, lebih tinggi, lebih lengkap, ataupun lebih tuntas daripada pemikiran filolosofis.
Pemikiran yang paling dalam, paling luas, paling tinggi, dan paling tuntas itu mengarah kepada pemahaman tentang hakikat sesuatu. Sesuatu yang dipikirkan itu dikupas, diteliti, dikaji, dan direnungkan segala seginya melalui proses pemikiran yang selurus-lurusnya dan setajam-tajamnya sehingga diperoleh pemahaman menyeluruh itu selanjutnya dipakau sebagai dasar untuk bertindak berkenaan dengan sesuatu yang dimaksudkan itu. Karena tindakan yang dilakukan itu didasarkan atas pemahaman yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya itu maka tindakan itu tidak gegabah atau bersifat acak yang tidak tentu ujung pangkalnya, melainkan merupakan tindakan yang terahah. Tindakan seperti itu teguh dan penuh dengan kehati-hatian. Lebih jauh oleh karena pemahaman berdasarkan pemikiran filosofis itu mencakup juga segi-segi estetika dan logika. Tindakan seperti itu tidak lain adalah tindakan bijaksana. Dalam kaitan itu tidaklah mengesat apbila dikatakan bahhwa istilah filisofis atau filsafat itu mempunyai makna cinta bijaksana, karena orang-orang yang tindakannya didasarkan atas hasil pemikiran filsafat adalah orang-orang bijaksana.
Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Pemikiran dan pemahaman filisofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbinga dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yairu membantu konselor dalam ma]emahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat, disampng itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif serta lebih efektif dalm penerapan upaya pemberian bantuanya (Belkin, 1975).di sini akan diuraikan beberapa pemkiran filosofis yang selalu terkait dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu tentang hakikat manusia, tujuan dan tugas kehidupan.
1.    Hakikat Manusia
Para penulis barat banyak yang mencoba untuk memberikan deskripsi tentang hakikat manusia (antara lain dalam Patterson, 1966, Alblaster & Lukes, 1971; Thompson & Rudolph, 1983) beberapa diantara diskripsi tersebut mengemukakan.
-          Manusia adalahmakhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
-          Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, khususnya apabila ia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya
-          Manusia berusaha terus menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri, khususnya melalui pendidikan
-          Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk, dam hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
Virginia satir (dalam Thompson & Rudolph, 1983) memandang bahwa manusia pada hakikatnya positif, diyakini juga bahasa manusia pada dasarnya bersifat rasional dan memiliki kebebasan serta kemampuan untuk membuat keputusan didalam hidupnya. Sebagaimana Viktol Frankl, Satir juga melihat keterbatasan manusia dalam kebebasannya itu. Manusia dapat belajar apa yang tidak diketahuinya dan dapat mengubah cara-cara dalam berinteraksi dengan orang lain. Manusia juga dapat menjadikan dirinya sendiri dari lingkongan masa lalunya. Seperti Maslow, satir juga percaya bahwa manusia berupaya sekuat tenaga untuk tetap hidup, tumbuh dan memperkembangkan hubungan yang akrab dengan sesamanya.
Deskripsi diatas telah memberikan gambaran secara mendasar tentang manusia. Gambaran itu akan lebih lengkap dengan ditambahkannya hal-hal berikut:
a.    Manusia adalh makhluk. Dari tinjauan agama, pengertian makhluk ini memberikan pemahaman bahwa ia terikat pada khalilnya, penciptanya, yaitu keterkaitan sebagaimana menjadi dasar penciptaan manusia itu sendiri. Untuk apa manusia itu dicaptakan? Yaitu untuk mengabdi bagi terwujudnya firman-firman sang pencipta itu demi kebahagiaan manusia itu sendiri, didunia dan diakhirat.
b.    Manusia adalah makhluk yang tertinggi dan termulia derajatnya dan paling indah diantara seganap makhluk ciptaan sang pencipta. Hal ini mengandung arti bahwa manusia diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menjadikan diri sehebat-hebatnya, seindah-indahnya, semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Segenap makhluk lain yang ada dimuka bumi (bahkan diseluruh alam semesta) dapat dimanfaatkan untuk perwujudan diri manusia itu. Namun disamping kemungkinan dan kesempatan yang positif, manusia adalah tetap sebagai makhluk yang secara inheren tidak sempurna bahkan penuh dengan kelemahan dari sang penciptanya. Dalam kaitan itu semua manusia diberi kebebasan untuk memperkembangkan diri setinggi-tingginya dengan berpegangan pada tali sang pencipta, dan apabila tali itu dilepaskan manusia akan terjerumus kedalam kehidupan yang justru bertentangan dengan tujuan pembagian kehidupan manusia itu sendiri
c.    Keberadaan manusia dilengkapi dengan empat dimensi kemanusiaan, yaitu dimensi keindividualan, kesosilan, kesusilaan dan keberagaman. Keempat dimensi tersebut diperkembangkan secara menyeluruh, terpadu, selaras, serasi dan seimbang demi terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang seutuhnya.
Hakikat manusia sebagaimana tergambar diatas akan terwujud selam manusia itu ada, dari zaman ke zaman. Namun untuk mengoptimalkan perwujudan kemanusiaan itu upay pendidikan, pembudayaan dan konseling perlu diselenggarakan.
2.    Tujuan dan Tugas Kehidupan
Adler (1954) mengemukakan bahwa tugas akhir dari kehidupan psikis adalah “menjamin” terus berlangsungnya eksitensi kehidupan kemanusiaan diatas bumi, dan memungkinkan terselesainya dengan aman perkembangan manusia. Sedangkan Jung (1958) melihat bahea kehidupan pesikis manusia mencari keterpaduan, dan didalamnya terdapat dorongan intruktual kearah keutuhan dan hidup sehat (dalam Witner & Sweeny, 1992) lebih jauh, sebagai kesimpulan dari studinya tentang ciri-ciri manusia yang hidup sehat. Dalam kaitan itu semua, Witner & Sweeny (1992) mengajukan suatu model tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya mengembangkan dan mempertahankan ssepanjang hayat. Kedua pemikir tersebut mengemukakan ciri-ciri hidup sehat sepanjang hayat dalam lima kategori tugas kehidupan, yaitu berkenaan  dengan spritualitas, pengaturan, pekerjaan, persahabatan dan cinta.
Tugas kehidupan 1 : spritualitas
Dalam agama sebagai sumber inti bagi hidup sehat. Agama sebagai sumber moral, etika dan aturan-aturan formal berfungsi untuk melindungi dan melestarikan kebenaran dan kesucian hidup manusia. Karakter dan gaya hidup perorangan dikembangkan dengan memperhatikan keharmonisan deng sang maha kuasa.
Baik di Dunia Barat maupun di Timur, cenderung mengakui adanya kesatuan pribadi individu dan adanya dorongan pada diri individu untuk mencapai kedamaian dan terbebas dari konflik ataupun keretakan batiniah. Pada dasarnya agma memang mencari kedamaian, mengharapkan bimbingan diri, dan mengadakan kontak dengan kekuatan yang menguasai alam semesta melalui sembahyang, meditasi, zikir, dan upacara keagamaan lainnya.
           
Tugas kehidupan 2: Pengaturan Diri
Seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat sejumlah ciri, termasuk rasa diri berguna; pengendalian diri; pandangan realistik; spontanitas dan kepekaan emosional; kemampuan rekayasa intelektual; pemecahan masalah; dan kreativitas; kemampuan berhumor; kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat. Dengan ciri-ciri tersebut seseorang akan mampu mengkoordinasikan hidupnya dengan pola tingkah laku yang bertujuan, tidak sekadar acak ataupun seadanya, melalui pengarahan, pengendalian dan pengelolaan diri sendiri demi peningkatan dirinya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat luas.
Tugas kehidupan 3: Bekerja
Dengan bekerja, seseorang akan memperoleh keuntungan ekonomis (termasuk sumber keuangan untuk membelanjai hidup sehari-hari, untuk mengejar sukses yang lebih tinggi, dan untuk modal bagi penmanfaatan pengunaan waktu senggang, rekreasi, dan pemiharaan kesehatan); keuntungan psikologis (menimbulkan rasa percaya diri, pengendalian dan perwujudan diri, merasa berguna); dan keuntungan sosial (merupakan tempat bertemu dengan orang lain, memiliki status, dan persahabatan); yang kesemuanya itu akan menunjang kehidupan  yang sehat bagi diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya, seseorang yang tidak mau dan/atau tidak mampu bekerja biasanya adalah orang yang kurang berani menghadap tantangan untuk mencapai kebahagiaan hidup. Ketidakmampuan menjalani tugas kehidupan ini oleh Dreikurs dianggap sebagai suatu gejala sakit yang cukup serius.
Tugas Kehidupan 4: Persahabatan
Persahabatan merupakan hubungan sosial; baik antarindividu maupun dalam masyarakat secara lebih luas, yang tidak melibatkan unsur-unsur perkawinan dan keterikatan ekonomis. Hubungan sosial ini didasarkan pada apa yang disebut Adler (1954) sebagai “social interesi” atau “social feeling” dari hasil risetnya. Maslow (1970) menemukan bahwa seseorang dengan hidup yang sehat memiliki perasaan yang mendalam, rasa simpati, dan rasa cinta kasih kepada sesama manusia pada umumnya, dan kepada sahabat- sahabat secara perorangan pada khususnya.
Persahabatan memberikan tiga keutamaan kepada hidup yang sehat, yaitu:
(a)    Dukungan emosional-kedekatan, perlindungan, rasa aman, kegembiraan;
(b)   Dukungan keberadaan-penyediaan kebutuhan fisik sehari-hari, bantuan keuangan; dan
(c)    Dukungan informasi-pemberian data yang diperlukan, petunjuk, peringatan, nasihat.
Semua keutamaan itu memberikan sumbangan yang amat besar bagi kehidupan yang sehat. Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang tinggi antara keadaan sakit, harapan hidup yang pendek, dan ketidakbahagiaan dengan kegagalan mengembangkan persahabatan.
Tugas Kehidupan 5: Cinta
Dengan cinta hubungan seseorang dengan orang lain cenderung menjadi amat intim, saling mempercayai, saling terbuka, saling bekerjasama, dan saling memberikan komitmen yan kuat. Penelitian Flanagan (1978) mengungkapkan bahwa pasangan hidup (suami istri), anak dari teman-teman merupakan tiga pilar paling utama bagi seluruh penciptaan kebahgiaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Pekawina dan persahabatan secara signifikan menyumbang pada kebahagiaan hidup.
Perkembangan dan perwujudan hidup bahagia-sejahtera menurut model Witner & Sweeney itu dipengaruhi baik oleh kekuatan yang ada pada diri individu maupun kekuatan luar yang ada berupa berbagai pranata sosial dengan berbagai kondisi sosio-budaya, seperti keluarga, agama, adat, istiadat, pendidikan, ilmu dan teknologi, industri dan pemerintahan. Interaksi dinamis antara individualitas seseorang dengan kekuatan-kekuatan yang ada di masyarakat akan menentukan perkembangan dan perwujudan tingkat kebahagiaan-kesejahteraan hidup orang tersebut.
Tujuan hidup yang dicapai melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupan menurut model Witner & Smeeney itu telah memperlihatkan dimensi pokok kehidupan manusia yang memang perlu dikembangkan, terutama dimensi spiritual dan psikologis, sosio-emosional. Lebih jauh, model tersebut dapat dikembangkan dan perlu dilengkapi lagi dengan melengkapi status seseorang yang sekaligus adalah sebagai makhluk terhadap Khaliknya, sebagai insan yang makarya untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidupnya serta mewujudkan dirinya, serta sebagai individu dan anggota masyarakat dalam tatanan yang teratur. Dalam statusnya yang demikian itu, seseorang perlu mengoptimalkankehidupan dalam beragama, yang diuraikan dapat digambarkan seperti dibawah ini (Gambar 7).
Keterangan
1.      Kehidupan beragama
2.      Kehidupan berkeluarga
3.      Kehidupan berkarya
4.      kehidupan bermasyarakat
5.      Kehidupan bernegara
Gambar 7
Lingkungan Tugas Kehidupan
Hakikat manusia dengan keempat dimensi kemanusiaannya, dengan dimensi fisik, psikologis dan spiritualnya, serta dengan segenap tujuan dan tugas kehidupannya menjadi landasan bagi konsepsi dan peyelenggaraan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu pemahaman tentang seluk-beluk manusia merupakan sesuatu yang wajib bagi para konselor.
B.       Landasan Religius
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan beberapa unsur-unsur keagamaan terkait erat dalam hakikat, keberadaan, dan perikehidupan kemanusiaan. Dalam pembahasan lebih lanjut tentang landasan religius bagi layanan bimbingan dan konseling perlu ditekankan tiga hal pokok, yaitu:
(a)    Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk tuhan,
(b)   Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan
(c)    Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu.
1.      Manusia Sebagai Makhluk Tuhan
   Keyakinan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan menekankan padaketinggian derajat dan keindahan makhluk manusia itu serta perannanya sebagai khalifah di muka bumi. Derajat dan keberadaannya yang paling mulia di antara makhluk-makhluk Tuhan itu perlu dimuliakan oleh manusia itu sendiri.
Tuhan mempercyakan kepada manusia untuk menjadi pemimpin di atas dunia. Pemimpin terhadap siapa? Terutama terhadap dirinya sendiri. Hal ini adalah mendasar, sebab apabila manusia tidak mampu memimpin dirinya sendiri, maka akan hancur leburlah kehidupan manusia dan akan lenyaplah kemanusiaan manusia itu. Sebaliknya, kalau manusia berhasil menjamin pemimpin yang baik, itu berarti ia berhasil memimpin dirinya sendiri, dan berarti pula berhasil memimpin makhluk-makhluk lainnya.
Tuhan Yang Maha Pemurah memberikan segenap kemampuan potensial kepada manusia, yaitu kemampuan yang mengarah pada hubungan manusia dengan Tuhannya dan yang mengarah pada hubungan manusia dengan sesama manusia dan dunianya. Penerapan segenap kemampuan potensial itu secara langsung berkaitan dengan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wujud ketakwaan manusia pada Tuhan hendaklah seimbang dan lengkap, mencakup hubungan manusia Tuhan maupun hubungan manusia dengan manusia dan dunianya. Tetapi karena kasih sayang, kemurahan dan keadilan-Nya, Tuhan tidak mau mutlak-mutlakan. Wujud ketakwaan yang tidak seimbang dan tidak lengkap pun akan diberi-Nya ganjaran yang setimpal. Biar sekecil apa pun, suatu wujud ketakwaan akan diberi ganjaran manis yang sepadan. Tuhan Yang Maha Agung tentu saja Maha Adil dalam memperlakukan manusia, baik perorangan atau perkelompok. Apabila ada manusia atau bangsa yang tidak menghormati-Nya, tetapi manusia atau bangsa itu dengan tekun mempergunakan kemampuan potensialnya untuk mengolah dunianya, maka Tuhan akan memberi manusia atau bangsa itu ganjaran yang setimpal. Manusia atau bangsa itu akan maju dalam hal dunianya, tetapi miskin atau negatif dalam hal hubungan dengan Tuhan. Sebaliknya, jika ada manusia atau bangsa yang amat besar dan mantap dalam hal puja dan pujiannya kepada Tuhan tetapi kurang tekun mengolah kemampuan potensialnya untuk keperluan dunianya, maka manusia atau bangsa itu akan memperoleh bagiannya pula secara setimpal. Bagian dunianya akan miskin, sebaliknya bagian hubungan dengan Tuhan agaknya akan lebih positif. Manusia atau bangsa yang tersebut yang terakhir itu boleh diberi juga ganjaran berupa sarana keduniaan, tetapi pada dasarnya tetap saja miskin.
Gambaran tersebut mencerminkan kemiskinan pada salah satu sisi kehidupan manusia atau bangsa. Apabila dikehendaki terhindarnya kemiskinan pada sisi yang mana pun dari kehidupan manusia atau bangsa, maka diperlukan ketakwaan yang lengkap dan seimbang. Untuk ini manusia atau bangsa memerlukan pedoman dan aturan dasar, guna menyalurkan segenap kemampuan potensial manusia sehingga benar-benar sesuai dengan kemanusiaan manusia. Dengan pedoman dan aturan dasar itu pula moral kehidupan yang diturunkan oleh Tuhan memperoleh jaminan dan dorongan untuk terlaksana dengan sebaik-baiknya.
Kemanusiaan yang pada dasarnya ada pada diri setiap manusia tidak boleh dibiarkan begitu saja. Pembiaran atau ketidakpedulian terhadap kemanusiaan manusia itu justru akan mengarahkan perkembangan manusia ke hal-hal yang negatif. Apabila kenegatifan ini merajalela, maka sudah dapat dipastikan kemanusiaan manusia itu akan kacau. Manusia masih ada, tetapi isinya bukanlah kemanusiaan, melainkan nafsu-nafsu keangkaramurkaan di satu segi dan sikap-sikap kepasrahan itu di segi lain.
Kemanusiaan manusia perlu dikembangkan, dimuliakan. Pemuliaan ini dilakukan dengan sengaja melalui berbagai upaya, seperti pendidikan dan pegembangan kebudayaan dalam arti yang seluas-luasnya.
2.      Sikap Keberagamaan
Kehidupan beragama merupakan gejala yang universal. Pada bangsa- bangsa dan kelompok-kelompok manusia dari zaman ke zaman senantiasa dijumpai praktek-praktek kehidupan keagamaan. Makna “keagamaan” itu sangat beraneka ragam (terentang dari paham-paham animisme, politeisme, sampai monoteisme) dan dalam banyak seginya diwarnai oleh dan bahkan ada yang terpadu menjadi satu unsur-unsur kebudayaan yang dikembangkan oleh manusia sendiri. Kehidupan keagamaan yang semula dianggap sakral (suci) karena segala sesuatunya didasar pada Firman Dunia Barat misalnya, sudah sejak puluhan tahun yang lalu gereja hanya dianggap penting sebagai lembaga-lembaga yang diperlukan untuk upacara-upacara ritual berkenaan dengan kematian, kelahiran, dan perkawinan (Bernard & Fullmer, 1969). Penyikapan seperti ini jelas mendegradasikan peranan agama menjadi hanya sekadar alat untuk memenuhi kepantasan belaka. Mereka yang lahir, kawin, dan matinya tidak dikaitkan dengan lembaga agama tidak dianggap pantas. Dengan demikian, seolah-olah agama hanya diperlukan tiga kali saja, yaitu ketika seseorang lahir, kawin, dan meninggal dunia. Penyikapan yang memerosotkan peranan agama itu sudah meninggalkan jauh-jauh arti yang sebenarnya agama bagi manusia, yaitu sebagai petunjuk bagi kehidupan yang diridai oleh Tuhan; sebagai pembeda bagi yang baik dan yang buruk, yang boleh dan tidak boleh, yang bermanfaat dan yang membawa laknat; sebagaipembimbing ke arah kemuliaan akhlak dan perilaku pada setiap saat, di setiap tempat, dan untuk setiap urusan dan hajat.
Di dunia Barat, agama tidak dipilah dan dipisahkan secara tegas dari filsafat. Padahal inti ajaran agama adalah firman-firman Tuhan dan itu memang benar-benar berfungsi secara baik, maka akan berkembanglah ketakwaan yang yang penuh dan seimbang dari manusia, yaitu keterpaduan antara ketakwaan yang mengarah pada hubungan manusia dengan manusia lain dan dunianya. Dengan keseimbangan seperti ini akan berkembang dan tercapailah kemuliaan kemanusiaan manusia yang penuh. Kemuliaan dari dan kebawah serta kemuliaan dari dan ke atas.
Kemanusiaan manusia pada dasarny adalah kemampuan manusia untuk mewujudkan ketakwaannya secara penuh seperti disinggung di atas. Kemanusiaan manusia memungkinkan manusia menghubungkan dirinya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan khidmat dan penuh makna serta sekaligus menerapkan segenap kemampuan positifnya untuk berhubungan dengan sesama manusia dan mengolah dunianya. Kemampuan manusia ini memang khas manusiawi dan tidak memiliki padanannya pada makhluk-makhluk lain. Ironisnya bahwa kemanusiaan manusia itu tidak dengan sendirinya terwujud pada setiap manusia. Bahkan pada manusia-manusia tertentu dapat tumbuh sebagai “kemampuan” yang justru tidak bersesuaian atau bahkan bertentangan dengan pengertian kemanusiaan manusia tersebut. Dikenal adanya manusia-manusia yang tidak takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau bahkan ingkar atau melawan terhadap Tuhan; manusia-manusia yang tidak dapat berhubungan dengan manusia secara layak, yaitu antara dengan bertindak semena-mena terhadap manusia lain, memeras dan memperkosa hak dan kemerdekaan manusia lain, dan sebagainya; manusia-manusia yang tidak mampu mengembangkan kemampuan potensial yang ada pada dirinya untuk membudidayakan lingkungan, yaitu antara lain bersikap masa bodoh terhadap diri sendiri dan lingkungan, menyia-yiakan sumber alam, menyerah terhadap tantangan alam, tidak membaca tanda-tanda alam, dan sebagainya. Manusia-manusia seperti ini jelas tidak mengembangkan pada diri mereka kemanusiaan merka sendiri.
Selain ironis, manusia-manusia yang tidak megembangkan kemanusiaan manusia itu juga berbahaya atau setidak-tidaknya merugikan bagi manusia sesamanya. Kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan yang dialami oleh sebagian manusia atau bangsa-bangsa di dunia pada dasarnya adalah akibat dari tidak atau kurang dikembangkannya kemanusiaan manusia. Jangan lupa, kecemasan yang melanda seluruh dunia, perang yang berkecamuk di sebagian wilayah bumi dan ancaman perang nuklir yang amat mengerikan tidaak lain merupakan wujud dari bekunya atau bahkan merosotnya kemanusiaan manusia.
Sikap pemerosotan dan pengabaian nilai-nilai agama akan mengakibatkan kemrosotan kemuliaan kehidupan manusia dipandang dari tuntutan Tuhan berdasarkan Firman-firman-Nya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan mampu mengatasi pemerosotan tersebut, bahkan justru dapat memperparahnya. Ilmu pengetahuan yang bertumpu pada rasionalitas manusia dan berfokus pada kenyataan hidup di dunia itu dapat dengan mudah mengabaikan ajaran-ajaran Tuhan yang dianggap “tidak rasioanl”.
Oleh karena itu, mengharapkan peningkatan kemuliaan manusia semata-mata pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidaklah tepat dan bahkan berbahaya. Dengan ilmu dan teknologinya manusia cenderung saling menguasai dan saling menghancurkan dengan akibat kesengsaraan dan permusuhan diri sendiri serta alam secara keseluruhan.
3.      Peranan Agama
Studi tentang gejala keagamaan, khususnya sebagai gejala psikologis, telah menjadi pusat perhatian para ahli. Seperti Stanley Hall, sejak abad ke-19. Lebih jauh tersebut diarahkan kepada peranan agama bagi pekerjaan para ahli kesehatan jiwa (psikolog). Pada tahun 1965 Dr. John G. Fink mendirikan lembaga pendidikan pasca sarjan psikologi yang kurikulumnya meliputi teori dan praktek mengenai hubungan antara agama dan psikologi (dalam Clark, Malony, Daane & Tippet, 1973). Kajian tentang hubungan agama dan psikologi ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengalami peristiwa-peristiwa keagamaan pada dirinya, namun kemampuan itu sering kali tidak termanfaatkan.
Berbeda dari meningkatnya intensitas studi dan upaya pelembagaan akademik tersebut, perkembangan kehidupan di masyarakat Barat, sebagaimana telah disinggung terdahulu, justru memperlihatkan gejala yang kurang menggembirakan. Sikap merendahkan dan mengabaikan agama semakin subur. Mengapa hal ini dapat terjadi? Clark, dan kawan-kawan (1973) mengemukakan tiga sebab utama. Pertama, berkurangnya para pendakwah. Jumlah pendakwah yang secara setia mengumandangkan Firman-firman Tuhan di hadapan kalayak ramai semakin surut. Lebih celaka lagi pendakwah yang masih ada pun kurang vokal dan banyak di antaranya yang penampilan serta tingkah lakunya kurang terpuji. Dengan demikian, syiar agma semakin pudar. Seiring dengan pudarnya syiar agama itu, pengalaman keagamaan pada umumnya dihayati sebagai permainan emosional yang dangkal dan diikuti oleh dogma-dogma dan/atau ancaman akan dosa serta neraka. Dalam pada itu, mereka yang meneriakkan peringatan akan adanya dosa dan neraka itu keadaannya bukan semakin baik atau terpuji, malahan sebaliknya semakin membosankan, menggelikan, dan tidak dapat dipercaya. Kedua, berkembangnya keyakinan bahwa dengan ilmu pengetahuan dan pikiran kehidupan manusia dapat dikontrol. Penekanan pada kekuatan rasio ini memalingkan para ilmuwan dan anggota masyarakat dari pedoman moral keagamaan. Ketiga, berkembangnya sikap yang terlalu mengagungkan hak-hak pribadi. Sesuatu yang diberi label “milik pribadi” sama sekali tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh dicampurtangani oleh orang lain. Dalam kaitan itu, ajaran agma dianggap mencampuri urusanpribadi individu, apalagi urusan pribadi yang paling dalam, yaitu keyakinan, moral dan nuansa- nuansa emosionalitas individu. Oleh karena itu, individu mengambil jarak terhadap ajaran agama. Jarak ini semakin lama semakin jauh, dan pada akhirnya penerus ajaran agama itu tidak tersisa pada diri individu.
Di negara-negara Barat, urusan agama pada umumnya dianggap sebagi urusan perseorangan, artinya bukan urusan negara. Negara tidak bertanggung jawab dan tidak pula mengatur perkembangan ataupun keadaan kehidupan beragama masyarakat. Dengan demikian majumundurnya kehidupan beragama sepenuhnya padasikap dan upaya anggota masyarakat sendiri terhadap keberagamaan meraka. Dalam masyarakat yang sikap dan perhatiannya terhadap kehidupan beragama telah merosot sebagaimana diungkapkan tersebut, sukar dibayangkan kaidah-kaidah agama akan mampu mempengaruhi dan meningkatkan derajat kehidupan manusia. Perangkat kehidupan beragama dan budaya keberagaman semakin melemah, upaya-upaya untuk menegakkan peranan agama dalam berbagai bidang kehidupan semakin kendur dan kehilangan maknanya.
Di Indonesia keadaan kehidupan beragama sangat berbeda. Pemerintah dan masyarakat sama-sama bertanggung jawab dan sangat memperhatikan perkembangan dan keberadaan kehidupan beragama. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa benar-benar mengupayakan agar mendasari, membarikan arah dan menjiwai segenap krida bangsa dan warga masyarakat dari upaya besar pembangunan nasional sampai kegiatan perorangan masing-masing anggota masyarakat, dari hal-hal yang bersifat fisik (seperti pembangunan gedung dan jalan raya) sampai hal-hal yang bersifat mental spritual. Jiwa keberagaman tertuang dalam segenap aspek kehidupan. Perangkat kehidupan beragama terus dikembangkan, semangat dan suasana kehidupan beragama terus dipupuk, dan pegembangan budaya (ilmu, teknologi, dan seni) diteguhkan dengan memberinya warna dan kemanfaatan keagamaan.
Memanfaatkan unsur-unsur agama dalam konseling memang dapat membawa suasana konseling menjadi tidak mengenakkan klien dan upaya konseling menjadi tidak efektif – hal ini memang menjadi alasan utama yang melatarbelakangi pesan dari Amerika tersebut tadi. Hal serupa akan terjadi apabila konselor justru ingin menonjolkan warna agama dan menjadikan unsur agama tujuan yang hendak dicapai dalam konseling. Apabila hal itu terjadi maka konseling sudah berubah arah dan konselor tidak lagi melayani klien sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkannya ataupun tujuan yang ingin dicapai. Untuk tetap memberikan peran positif agama dalam konseling sambil menghindari hal-hal yang tidak diinginkan itu, pertama-tama,konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketakwaannya sesuai dengan agama itu. Kedua,konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relavan dengan permasalahan klien. Ketiga, konselor harus benar-benar memperhatikan dan menghormati agama klien. Apabila konselor dan klien berbeda agama, mak pemasukan unsur-unsur agama itu hendaknya seminimal mungkin, dan hanya unsur-unsur yang tidak mempertentangkan agama yang satu dengan agma yang lainnya. Apabila konselor seagama dengan klien, maka pemanfaatan unsur-unsur agama itu lebih intensif sesuai dengan tahap perkembangan suasana konseling. Dalam hal konselor dan klien yang seagama, pendalaman tetang keimanan dan ketakwaan sesuai dengan agamanya itu dapat saja dilakukan sepanjang sesuai dengan permasalahan dan hasrat klien menjalani proses konseling itu. Manfaatnya adanya peningkatan keimanan dan ketakwaan klien akan membantu pemecahan masalah-masalahnya. Untuk kesemuanya itu, konselor harus benar- benar bijaksana dalam memilih dan menerapkan unsur-unsur agama dalam konseling, serta arif bahwa hal itu dapat merupakan suatu yang sensitif bagi klien.
Bagian akhir dari uraian distas seolah-olah telah menjurus pada penerapan unsur-unsur agama dalam konseling.
Hal itu memang disengaja demikian untuk menghindari salah paham tentang implementasi landasan religius dalam bimbingan dan konseling pada umumnya. Landasan religius dalam bimbingan dan konseling pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya menjadi fokus netral upaya bimbingan dan konseling. Klien dengan predikat seperti itu hendaknya diperlakukan dalam suasana dan dengan cara yang penuh dengan kemuliaan kemanusiaan pula. Kemuliaan manusia banyak diungkapkan melalui ajaran agama. Tetapi, karena didalam masyarakat agama itu banyak macamnya, maka konselor harus dengan sangat hati-hati dan bijaksana menerapkan landasan religius itu terhadap klien yang berlatar belakang agama yang berbeda.
C.      Landasan psikologis
Psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berati memberikan pemahaman
Jenis dan jumlah tingkah laku manusia terus berkembang sesuai dengan perkembangan budaya mereka. Tingkah laku individu tidak terjadi dalam keadaan kosong, melainkan mengandung latar belakang, latar depan, sangkut-paut, dan isi tertentu. Lagi pula, tingkah kau itu berlangsung dalam kaitannya dengan lingkungan tertentu yang mengandung di dalamnya unsur-unsur waktu, tempat, dan berbagai kondisi lainnya. Suatu tingkah laku merupakan perwujudan dari hasil interaksi antara keadaan interen individu dan keadaan ekstern lingkungan.
Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologi perlu dikuasai, yaitu tentang:
(1)     Motif dan motivasi,
(2)     Pembawaan dasar dan lingkungan
(3)     Perkembangan individu
(4)     Belajar, balikan dan penguatan, dan
(5)     Kepribadian
1.      Motif dan Motivasi
Motif adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini hidup pada diri seseorang dan setiap kali mengusik serta menggerakkan orang itu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang terkandung di dalam dorongan itu sendiri. Dengan demikian, suatu tingkah laku yang didasarkan pada motif tertentu tidaklah bersifat sembarangan atau acak, melainkan mengandung isi atau tema sesuai dengan motif yang mendasarinya.
Para ahli umumnya sepakat akan adanya dua penggolongan motif, yaitu motif yang bersifat primer dan yang bersifat sekunder. Motif primer didasari oleh kebutuhan asli yang sejak semula telah ada pada diri setiap individu sejak ia terlahir ke dunia, seperti kebutuhan untuk menghilangkan rasa lapar dan haus serta kebutuhan akan udara bersih. Kebutuhan-kebutuhan tersebut secar mendasar harus terpenuhi, sebab kalau tidak, tantangannya adalah maut. Motif primer itu ada pada setiap orang atau sering kali pemenuhannya tidak dapat ditunda-tunda.
Apabila motif primer melekat pada diri individu sejak awal keberadaan individu tersebut, motif sekunder tidak demikian. Motif sekunder tidak dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk bersamaan dengan proses perkembangan individu yang bersangkutan. Motif sekunder ini berkembang berkat adanya usaha belajar. Karena belajar individu terdorong untuk melakukan berbagai hal, seperti berpakaian, melukis, bereaksi, melakukan penelitian, menyimpan uang di bank, mengumpulkan benda-benda antik, berjualan, merangkai bunga, memakai dasi, dan lain sebagainya. Dibanding dengan motif primer yang jenis dan jumlahnya dapat dihitung dengan jari itu, jenis dan jumlah motif sekunder boleh dikatakan tidak terhitung dan cenderung terus berkembang sesuai dengan berkembangnya peradaban manusia. Makin tinggi peradaban sekelompok manusia makin beranekaragamlah motif-motif sekunder yang ada di kalangan kelompok manusia itu, sedangkan motif-motif primernya tetap, yaitu makan, minum, dan bernafas. Keterkaitan antara motif primer dan sekunder bahwa sering kali motif-motif sekunder berkembang justru untuk terpenuhinya dengan lebih baik motif-motif primer.
Motif yang telah berkembang pada diri individu merupakan sesuatu yang laten pada diri individu itu, yang sewktu-waktu dapat diaktifkan mendorong terwujudnya suatu tingkah laku. Motif yang sedang aktif, biasa disebut motivasi, kekuatannya dapat meningkat, sampai pada taraf yang amat tinggi. Oleh karena itu sering kita jumpai ada orang yang motivasinya rendah atau tinggi, ada orang yang amat bersemangat melaksanakan suatu tindakan (tingkah laku), atau bahkan menggebu-gebu, sebaliknya ada yang semangatnya rendah atau kendur. Semuanya itu menggambarkan kuat-lemahnya motif yang sedang aktif mendorong tingkah laku yang dimaksudkan.
Motivasi erat sekali hubungannya dengan perhatian. Tingkah laku yang didasari oleh motif tertentu biasanya terarah pada suatu objek yang sesuai dengan isi atau tema kandungan motifnya. Berkenaan dengan kaitan antar motif dan objek tingkah laku, dikenal adanya motif yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Motif intrinsik dapat ditemui apabila isi atau tema pokok tingkah laku bersesuai dengan atau berada di dalam isi atau tema pokok objek tingkah laku itu. Sedangkan motif ekstrinsik dapat dijumpai apabila isi atau tema pokok tingkah laku tidak bersesuaian atau berada diluar isi atau tema poko objeknya. Dalam motif ekstrinsik, objek tingkah laku seolah-olah hanya menjadi sekadar jembatan atau perantara bagi terjangkaunya isi atau tema pokok yang lain diluar isi atau tema pokok objek langsung tingkah laku tersebut.
Di samping adanya motif intrinsik dan ekstrintik, dalam kenyataan di masyarakat berkembang motif dengan sifat yang berbeda. Misalnya, seorang ibu memberi makan seorang pengemis yang kelaparan. Motif intrinsiknya ialah agar pengemis itu terbebas dari rasa laparnya, sedangkan motif ekstrinsik (mungkin itu ada pada diri si pemberi makan) ingin agar dirinya (si pemberi makan itu) dianggap sebagai dermawan yang pemurah dan baik hati. Seorang karyawan yang bekerja keras mungkin didorong agar pekerjaannya cepat selesai (motif intrinsik), boleh jadi juga agar ia memperoleh uang yang lebih banyak, atau agar orang lain menganggap dirinya seorang karyawan yang rajin dan ulet, yang patut mendapat pujian. Seorang suami yang baru pulang dari kantor langsung menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh istrinya. Motivasinya ialah untuk mehilangkan laparnya (intrinsik), dan (boleh) untuk menyenangkan hati istrinya yang telah menyediakan makanan untuknya. (ekstinsik). Masalahnya ialah, apakah hanya motif-motif intrinsik dan ekstrinsik seperti itu saja yang ada pada diri seseorang yang melakukan sesuatu? Apakah memberi makan pengemis hanya sekadar agar pengemis itu kenyang dan/atau agar dianggap dermawan? Apakah bekerja keras hanya sekadar agar pekerjaan cepat selesai dan/atau agar mendapatkan banyak uang serta pujian? Apakah kegiatan makan hanya sekadar untuk kenyang dan/atau menyenangkan si penyedia makanan, serta motif-motif lain semacam itu?
Tampaknya tidak hanya demikian. Ada motif lain yang dapat dikembangkan di balik tingkah laku seseorang. Selain motif intrinsik dengan ekstrinsik sebagaimana dijelaskan tersebut, pada perbuatan memberi makan pengemis dapat dikembangkan motif menolong sesama manusia yang menderita, pada perbuatan bekerja keras dapat dikembangkan motif “memperkembangkan etos kerja yang baik, efektif dan efisien”. Dan pada perbuatan “makan” dapat dikembangkan motif hidup sehat dan dengan keadaan dirinya yang sehat itu ia akan dapat lebih banyak berguna bagi orang lain”. Di kalangan orang-orang yang iman dan ketakwaannya tinggi kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkembang kesadaran bahwa semua perbuatan hendaknya didasari oleh keimanan dan ketakwaan. Semua perbuatan hendaklah diniati untuk ibadah, yaitu sebesar-besarnya melaksanakan perintah dan menhindari larangan Tuhan. Setiap perbuatan sekecil apa pun itu, hendaknya dilandasi motif beribadah. Dalam prakteknya sehari-hari, motif beribadah itu diwujudkan dalam doa yang diucapkan sebelum seseorang melakukan sesuatu agar perbuatannya itu diterima dan diridai oleh Tuhan. Kekuatan motivasi beribadah itu akan semakin terasa bagi orang yang bersangkutan apabila ia benar-benar menghayati dan menginternalisasi makna doa itu.
2.      Pembawaan dan Lingkungan
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa yang dibawa sejak lahir di sebut pembawaan. Pembawaan meliputi berbagai hal seperti warna kulit, bentuk dan warna rambut, golongan darah, kecenderungan pertumbuhan fisik, minat, bakat khusus, kecerdasan, kecenderungan ciri-ciri tertentu. Pembawaan diturunkan melalui pembawaan sifat yang terbentuk setelah sel telur dari ibu bersatu dengan sel sperma dari ayah pada saat konsepsi.
Pembawaan selanjutnya akan terus tumbuh dan berkembang. Untuk dapat tumbuh dan berkembang diperlukan prasarana dan sarana yang semuanya berada dalam lingkungan individu yag bersangkutan. Optimalisasi hasil pertumbuhan dan perkembangan pembawaan tergantung pada tersedia dan dinamika prasarana serta sarana yang ada di lingkungan itu.
Pembawaan dan lingkungan masing-masing individu tidak sama. Ada pembawaan yang tinggi, sedang, kurang dan bahkan kurang sekali. Demikian juga lingkungan, ada lingkungan yangbaik,sedang-sedang saja dan lingkungan yang berkekurangan.keadaan yang ideal adalah apabila seseorang memiliki sekaligus pembawaan dan lingkungan yang bagus. Lingkungan seperti itu dapat menunjang pengembangan bakat yang tinggi, sehingga hasilnya dapat diharapkan sangat tinggi pula. Tinggal dua hal yang perlu diperhatikan bagi pengembangan individu yang beruntung itu, yaitu terjaganya kondisi lingkungan yang dinamis-positif an tingginya motivasi individu untuk memperkembangkan diri.
Keadaan kurang menguntungkan adalah apabila salah satu dari dua faktor pembawaan dan lingkungan kurang baik. Pembawaan kurang baik tetapi lingkungannya kurang menunjang dan sebaliknya. Tetapi keadaan seperti itu masih lebih baik dibandingkan kalau kedua faktor lemah, pembawaan tidak dapat diharapkan dan lingkungannya pun mengecewakan. Keadaan pembawaan dan lingkungan dapat diketahui melalui penerapan instrumentasi konseling (baik tes atau non tes) yang dipergunakan oleh konselor. Penumbuhkembangan atau pengolaan pembawaan adalah melalui lingkungan. Oleh karena itu, lingkungan perlu ditata dan diperbagus sesuai dengan tuntunan yang wajar bagi penumbuh kembangan pembawaan itu.
3.      Perkembangan Individu
Perkembangan individu itu tidak sekali jadi, melainkan bertahap berkesinambungan. Masing-masing aspek perkembangan, seperti perkembangan konitif/kecerdasan, bahasa, moral, hubungan sosial, fisik, kemampuan motorik memiliki tahap-tahap perkembangan sendiri. Meskipun mempunyai tahap sendiri tetapi pada umumnya saling terkait.
Setiap individu yang berkembangan harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan itu apabila ia hendak dikatakan sebagai individu yang bahagia dan sukses. Menurut Havighurtst, definisi tugas perkembangan adalah “suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan seseorang, yang kesuksesan penyelesaiannya akan mengantarkan ke keadaan bahagia, dan kegagalan penyelesaiannya menyebabkan orang tersebut ttidak bahagia, tidak diterima oleh masyarakat dan mengalami kesulitan dalam menjalani tugas-tugas berikutnya” (dalam Shertzer & Stone, 1968). Tugas perkembangan tersebut di bentuk oleh unsur-unsur biologis, psikologis, dan kultural yang ada pada diri dan lingkungan individu. Tugas perkembangan manusia, sejak lahir sampai dewasa adalah :
Tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-Kanak (0 – 5 tahun) :
a.       Belajar berjalan.
b.      Belajar memakan makanan padat.
c.       Belajar berbicara.
d.      Belajar mengontrol pembuangan kotoran dari diri sendiri.
e.       Belajar membedakan jenis kelamin.
f.       Mencapai kematangan fisik.
g.      Membentuk konsep-konsep sederhana mengenai realitas sosial fisik.
h.      Belajar berhubungan secara emasional dengan orang tua, saudara kandung dan orang lain.
i.        Belajar memahami yang baik dan yang buruk.
Tugas Perkembangan Anak-Anak (6 – 11 tahun) :
a.       Mempelajati ketrampilan fisik yang perlu untuk berbagai permainan sederhana.
b.      Membina sikap hidup sehat, untuk diri sendiri dan lingkungan.
c.       Belajar beraul dengan teman sebaya.
d.      Belajar menjalankan peranan sosial yang tepat sesuai dengan jenis kelaminnya.
e.       Belajar ketrampilan dasar, membaca, menulis dan berhitung.
f.       Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari,
g.      Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.
h.      Mencapai kebebasab pribadi.
i.        Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga sosial.
Tugas Perkembangan Masa Remaja (12 – 18 tahun) :
a.       Mencapai hubungan-hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya antar jenis kelamin yang sama dan berbeda.
b.      Mencapai peranan sosial sebagai pria dan wanita.
c.       Menerima kesatuan tubuh sebagaimana adanya dan menggunakannya secara efektif.
d.      Mencapai kemerdekaan emosional terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya.
e.       Mencapai keadaan dimilikinya jaminan untuk kemerdekaan ekonomi.
f.       Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.
g.      Memersiapkan diri untuk pernikahan dan kehidupan berkeluarga.
h.      Mengembangkan ketrampilan intelektual dan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sebagai warga negara.
i.        Mengembangkan hasrat dan mencapai kemampuan bertingkah laku yang dapat dipertimbangkan secara sosial.
j.        Menguasai seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman.
Tugas Perkembangan Masa dewasa awal (19 – 30 tahun) :
a.       Memilih pasangan hidup.
b.      Belajar hidup dengan pasangan dalam ikatan pernikahan.
c.       Memulai kehidupan berkeluarga.
d.      Memelihara dan mendidik anak.
e.       Mengelola rumah tangga.
f.       Mulai menjalani karier tertentu.
g.      Memikul tanggung jawab sebagai warga negara.
h.      Menemukan kelompok-kelompok sosial yang sesuai.
Tugas perkembangan masa dewasa (di atas 30 tahun) terkait dengan tugas kehidupan sebagaimana terdahulu, yaitu beragama, bekerja, berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Individu yang efektif inilah apabila berorientaasi pada lima tugas kehidupan.
4.      Belajar, Balikan dan Penguatan
Belajar merupakan salah satu konsep yang mendasar dari psikologi. Peristiwa belajar terentang dari bentuk-bentuk belajar yang ditandai oleh perubahan tingkah laku yang sederhana sebagai hasil latihan singkat sampai dengan proses mental tingkat tinggi.inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan apa yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan sesuatu yang baru itulah tujuan belajar, dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda perkembangan. Pertama, bahwa yang terjadinya perubahan dan terjadinya perubahan dan tercapainya sesuatu yang baru pada diri individu tidak berlangsung dengan sendirinya, melainkan harus diupayakan. Kedua, bahwa proses belajar tidak terjadi di dalm kekosongan, melainkan dalam suatu kondisi tertentu. Kondisi yang penting untuk terjadinya proses belajar diperlukan semacam “prasyarat”, apabila prasyarat belum ada maka mustahil terjadi proses belajar. Prasyarat tersebut dapat berupa hasil kematangan ataupun hasil belajar yang terdahulu. Ketiga, hasil belajar yang diharapkan adalah sesuatu yang baru, baik dalam kawasan kognitif, afektif, konotatif, maupun psikomotoris/ketrampilan. Hasil yang merupakan sesuatu yang baru akan memberikan nilai tambah bagi individu yang belajar. Keempat, kegiatan belajar sering memerlukan sejumlah sarana, baik berupa peralatan maupun suasana hati dan hubungan sosio-emosional. Keadaan ini sangat erat kaitannya dengan motivasi individu untuk melaksanakan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik, ekstrinsik, maupun ibadah. Kelima, hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar hendaknya dapat diketahui dan diukur, baik oleh individu yang belajar maupun oleh orang lain. Pengetahuan tentang hasil belajar (baik yang diketahui sendiri maupun yang berasal dari orang lain) merupakan balikan (feedback) bagi individu yang belajar, terutama tenteng sampai berapa jauh kesuksesannya dalam upaya belajar itu. Adanya balikan amat diperlukan oleh individu yang belajar agar ia dapat mengadakan perhitungan tentang upaya belajar yang dilaksanakannya dan hasil-hasilnya serta upaya kelanjutannya. Keenam, upaya belajar merupakan upaya yang berkesinambungan. Kegiatan belajar tidak terbatas oleh waktu, tempat, keadaan, dan objek yang dipelajari, ataupun usia. Upaya belajar dikehendaki berlangsung terus-menerus, sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan individu yang bersangkutan. Untuk keperluan itu, individu memerlukan penguatan (reinforcement). Apabila penguatan itu sering dilakukan, besar kemungkinan individu yang diberi penguatan akan melanjutkan, atau bahkan meningkatkan upaya belajarnya, sampai ia memiliki kebiasaan belajar yang baik.
5.      Kepribadian
Sering dikatakan bahwa ciri seseorang adalah kepribadiannya. Mengenai pengertian kepribadian, para ahli psikologi memusatkan perhatian pada faktor-faktor fisik dan genetika, berpikir dan pengamatan, serta dinamika motivasi dan perasaan (Mussen & Rosenzweiq, 1973). Sejumlah hasil studi memperlihatkan adanya hubungan antara bentuk tubuh dengan ciri-ciri kepribadian. Demikian pula, pola berpikir (cognitif style) terkait pada ciri-ciri kepribadian.
D.      Landasan Sosial Budaya
Salahsatu dimensi kemanusiaan adalah “dimensi kesosialan”. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusi hidup senantiasa membentuk kelompok hidup.  Dalam hidup berkelompok, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan itu biasanya berupa perangkat nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsisebagai rujukan hidup para pendukungnya.
1.      Individu sebagai produk lingkungan Sosial Budaya
Manusia hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Masing-masing itu memiliki lingkungan sosial budayanya sendiri, yang satu berbeda dari yang lainnya. Dari adanya suku-suku dan bangsa-bangsa itu, dapat dilihat adanya tiga tingkat perbedaan budaya, yaitu tingkat internasional, tingkat kelompok etnik, dan tingkat yang lebih halus yang di dalam etnik itu sendiri (Pedersen, dkk, 1976). Perbedaan budaya tingkat internasional dapat dijumpai pada orang-orang yang berasal dari negara-negara yang berbeda. Di antara berbagai negara itu terlihat perbedaan yang amat nyata, seperti cara berpakaian, bahasa, makanan, cara berpikir, bertingkah laku dan lain-lain. Perbedaan pada kelompok etnis dapat dijumpai dalam berbagai sub-kultur Indonesia. Perbedaan sosial budaya terdapat di dalam satu etnis yang lebih kecil. Dialek dalam bahasa, adat istiadat dalam perkawinan, kelahiran dan kematian, status sosial, dan lain-lain merupakan khasanah dari perbedaan tersebut.
2.      Bimbingan dan Konseling Antarbudaya
Komunikasi dan penyesuaian diri antar individu yang berasal dari latar belakang yang budaya yang sama cenderung lebih mudah dari pada antar mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Ada lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi dan penyesuaian diri antar budaya, yaitu sumber-sumber berkenaan dengan perbedaan bahasa, komunikasi non-verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasan (Pedersen, dkk, 1976).
Karakteristik sosial budaya masyarakat yang majemuk itu tidak dapat diabaikan dalam perencanaan dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan serta martabat manusia harus berakar pada budaya bangsa sendiri. Hal ini berarti bahwa penyelenggaraan bimbingan dan konseling harus dilandasi oleh dan mempertimbangkan keanekaragamansosial budaya yang hidup dalam masyarakat, di samping kesadaran akan dinamika sosial budaya itu menuju masysrakat yang lebih maju.
E.       Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pelayanan bimbingan dan konselingmerupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara berkelanjutaan.
1.      Keilmuan Bimbingan dan konseling
Ilmu sering disebut “ilmu pengetahuan”, merupakan sejumlah pengetahuan yang disusunsecara logis dan sistematik. Pengetahuan ialah sesuatu yang diketahui melalui pancaindra dan pengolahan oleh daya pikir. Ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik. Ilmu bimbingan dan konseling mempunyai objek kajian sendiri, metode penggalian pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya. Objek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan kepada individu yang mengacu pada keempat fungsi pelayanan (fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan dan pemeliharaan/pengembangan).
2.      Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya ilmu dengan rujukan berbagai ilmu yang lain. Psikologi, ilmu pendidikan, dan filsafat memberikan sumbangan yang besar kepada bimbingan dan konseling. Demikian juga dengan sosiologi memberikan pemahaman tentang peranan individu dalam berfungsinya masyarakat, keluarga, interaksi antar individu dalam kelompok. Gabungan antar sosiologi dan ilmu ekonomi memberikan pemahaman tentang kondisi status sosial-ekonomi individu. Gabungan antara sosiologi, antropologi dan kebudayaan memberikan pemahaman tentang latar belakang antropologi-sosial-budaya. Ilmu-ilmu kemasyarakatan dan lingkungan memberikan pemahaman tentang interaksi timbal balik antara individu dan lingkungan, ilmu hukum, agama, dan adat istiadat memberikan pemahaman tentang nilai dan norma yang harus diikuti oleh individu dalam menjalani kehidupannya di masyarakat. Ilmu statistik dan evaluasimemberikan pemahaman dan teknik-teknik pengukuran dan evaluasi karakteristik individu. Biologi memberikan pemahaman tentang kehidupan kejasmanian individu. Hal itu semua sangat penting bagi teori dan praktek bimbingan dan konseling.
3.      Pengembangan Bimbingan dan Konseling Melalui Penelitian
Bimbingan dan konseling bersifat dinamis dan berkembang. Seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu yang memberikan sumbangan dan seiring pula dengan perkembangan budaya manusia pendukung pelayanan bimbingan dan konseling. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap dan teruji dalam praktek ialah apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan hasil-hasil penelitian di lapangan.
Penelitian adalah jiwa dari perkembangan ilmu dan teknologi. Apabila pelayanan bimbingan dan konseling diinginkan untuk berkembang dan maju, maka penelitian tentang bimbingan dan konseling dalam berbagai bentuk penelitian dan aspek yang teliti harus terus menerus dilakukan. Tanpa penelitian pertumbuhan pelayanan bimbingan dan konseling akan mandul dan steril.
F.       Landasan Pedagogis
Pendidikan merupakan salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial (Budi Santoso, 1992). Dengan reproduksi sosial nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial yang melandasi kehidupan masyarakat itu diwujudkan dan dibina ketangguhannya.
Pada bagian ini pendidikan ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari tiga segi, yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan pendidikan sebagai inti tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.
1.      Pendidikan Sebagai Upaya Pengembangan Individu : Bimbingan Merupakan Bentuk Upaya Pendidikan
Bimbingan sebagai salah satu bentuk upaya pendidikan. Oleh karena itu, seluruh pembicaraan tentang bimbingan dan konseling tidak boleh lepas dari pengertian pendidikan yang telah dirumuskan secara praktis itu. Dengan demikian, dalam pelayanan bimbingan dan konseling harus terkandung kompenen-komponen tersebut, yaitu :
a.       Merupakan usaha sadar.
b.      Menyiapkan peserta didik.
c.       Untuk peranannya di masa yang akan datang.
Crow dan Crow (1960) mengemukakan bahwa bimbingan menyediakan unsur-unsur di luar individu yang dapat dipergunakan untuk memperkembangkan diri. Dalam arti luas, bimbingan dianggap sebagai suatu bentuk upaya pendidikan. Dalam arti sempit, bimbingan meliputi berbagai teknik, termasuk konseling yang memungkinkan individu menolong dirinya sendiri. Untuk dapat berkembang dengan baik dan mandiri, individu memerlukan pengetahuan dan ketrampilan, jasmani dan rohani yang sehat, serta kemampuan penerapan nilai dan norma-norma hidup kemasyarakatan. Pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah juga mengacu pada upaya pendidikan. Pertama, terkait langsung dengan pendidikan luar sekolah, kedua meskipun diselenggarakan dalam kawasan non-pendidikan, pelayanan bimbingan dan konseling tetap mengacu pada pendidikan karena pelayanan itu tetap “merupakan usaha sadar menyikapi peserta bimbing (klien) untuk peranannya di masa yang akan datang”.
2.      Pendidikan sebagai Inti Proses Bimbingan Konseling
Di depan telah disebutkan bahwa pendidikan melalui bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan. Ciri apakah menandai berlangsungnya upaya pendidikan melalui ketiga kegiatan besar itu? Ciri pokoknya ada dua, yaitu  (a) peserta didik yang terlibat di dalamnya menjadi prosesbelajar, (b) kegiatan tersebut bersifat normatif. Apabila kedua ciri itu tidak ada, maka upaya yang di lakukan itu tidak dapat dikatakan pendidikan. Barangkali ada kegiatan-kegiatan yang dinamakan “bimbingan”, “pengajaran”, dan/atau “latihan”, tetapi apabila di dalamnya tidak terkandung unsur-unsur belajar dan norma-norma positif yang berlaku, maka kegiatan-kegiatan itu tidak dapat digolongkan ke dalam upaya pendidikan.
Mengenai sifat normatif, telah diuraikan pada bab yang terdahulu. Pelayanan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada norma-norma yang berlaku, baik isinya, prosesnya, tekniknya,   maupun instumen yang dipergunakannya. Pelayanan yang tidak normatif, bukanlah pelayanan bimbingan dan konseling.
Sifat normatif merupakan kondisi inheren pada ilmu pendidikan. Demikian juga pada bimbingan dan konseling. Kesamaan kondisi inhren itulah agaknya yang merupakan salah satu pengikat sehingga keduanya merupakan disiplin ilmu yang amat terkait satu sama lain. Di samping itu, penekanan pada proses belajar juga merupakan pengikatdiantara keduanya.
3.      Pendidikan Lebih Lanjut Sebagai Inti Tujuan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling mempunyai tujuan khusus (jangka pendek), dan tujuan umum (jangka panjang), sebagaimana teah diuraikan pada bab sebelum ini. Dengan ungkapan lain, Crow & Crow (1990) menyatakan bahwa tujuan khusus yang segera hendak dicapai (jangka pendek) dalam pelayanan bimbingan dan konseling ialah membantu individu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sedangakn tujuan akhir (jangka panjang) ialah bimbingan diri sendiri itu dicapai hendaknya tidak memiliki bimbingan yang berkelanjutan, melainkan bimbingan-bimbingan yang telah diberikan terdahulu hendaknya dapat mengembangkan kemampuan kllien untuk mengatasi masalah-masalahnya sendiri dan mengembangkan diri sendiri tanpa bantuan pelayanan bimbingan dan konseling lagi. Di sinilah sekali lagi perbedaan antara pendidikan dan bimbingan : pada bimbingan diri sendiri bantuan bimbingan tidak diperlukanlagi, tetapi pendidikan masih tetap diperlukan.
Tujuan bimbingan dan konseling, disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingn dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khusunya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan dan karier, kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasr (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa landasan dari bimbingan konseling diantaranya : landasan filosofis, landasan religius, landasan pesikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmiah, landasan teknologis dan landasan pedogonis. Landasan filosofis merupakan landasan dari pemikiran-pemikiran yang arif dan bijak sana, sepertihakikat manusia dan tujuan serta tugas kehidupn manusia. Landasan religius merupakan kaidah-kaidah agama harus dikembangkan dan dimuliakan. Landasan pesikologis dimaksudkan untuk  memberi memberi pemahan tentang tingkah laku individu. Landasan sosial budaya untuk seluruh rakyatdengan mempertimbangkannilai, aspek sosial. Landasan ilmiah tentang teknologi tentang sifat-sifat keilmuan dan konseling. Landasan pedogonis mengemukakan bahwa antara pendidikan dan bimbingn dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan.
2.6     Prinsip-Prinsip Operasional Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuat yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya berumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembanagan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budaya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Misalnya Van Hoose (1969) mengemukakan bahwa:
(a)      Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan pendidikan hendaklah mampu membantu anak memanfaatkan potensinya itu.
(b)     Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik; seorang anak berbeda dari yang lain.
(c)      Bimbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pemuda dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat.
(d)     Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memperlukannyauntuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya.
(e)      Bimbingan adalah pelayanan, unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan minat pribadi khusus pula.
Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar , tetapi butir-butir tersebut belum merupakan prinsip-prinsip yang jelas aplikasinya dalam praktek bimbingan dan konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, maka aspek-aspek operasionalisasinya harus ditambahkan.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan , penyelenggaraan pelayanan. Berikut ini dicatat kan sejumlah prinsipbimbingan dan konseling yang diramu dari sejumlah sumber (Bernard & Fullmer, 1969 dan 1979; Crow &Crow, 1960; Miller & fruesheling, 1978).
1.      Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu, baik secara perorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat bervariasi, misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga, kedudukan dan pangkat. Keterkaitan terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya. Berbagai variasi itu menyebabkan individu satu dengan yang lainnya berbeda, masing-masing individu adalah unik. Sebagaimana telah disinggung terdahulu, sikap dan tingkah laku individu amat dipengaruhi oleh aspek-aspek kehidupan dan kondisi diri sendiri, dan lingkungannya, serta sikap dan tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupan itu mendrong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a.       Bimbingan dan konseling meliputi semua individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama dan status sosial ekonomi.
b.      Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku unik, oleh karena itu pelayanan bimbingn dan konseling perlu menjngkau keunikan pribadi individu tersebut.
c.       Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingn dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan dan permasalahannya.
d.      Setiap aspek pola kepribadiaan yang kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap dan pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang.
e.       Meskipun individu yang satu dan yang lainnya adalah serupa dalam berbagai hal, perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik itu anak-anak, remaja maupun orang dewasa.
2.      Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidak selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul seribu satu macam dan sangat berfariasi, baik dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai masalahnya itu. namun sesuai dengan keterbatasan pada pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klain secara terbatas. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah:
a.       Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang perkembangan kehidupan individu, namun bidang bimbingan dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu.
b.      Keadaan sosial, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan merupakan faktor salah satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian dari para konselor dalam mengatasi masalah klain.
3.      Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik di selenggarakan secaram”insidental”, maupun terprogram. Pelayanan “insidental” diberikan kepada klain-klain yang secara langsung kepada konselor untuk meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan kepada mereka secara langsung sesuai dengan masalah klain. Konselor memang tidak menyediakan program khusus untuk mereka. Pelayanan “insidetal” itu merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan “praktek pribadi”.
Untuk warga lembaga temapat konselor bertugas, yaitu warga yang memberikan pelayanan bimbingan dan konselingnya menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya, konselor dituntut untuk menyusun program pelayanan. Program ini berorientasi kepada seluruh warga lembaga itu (misalnya sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang mungkin timbul dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling itu adalah sebagai berikut:
a.       Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pengembangan, oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program dan pengembangan secara menyeluruh.
b.      Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga.
c.       Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai dengan orang dewasa, disekolah misalnya dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
d.      Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penilaian yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaaf yang diperoleh.
4.      Prinsip-Prinsip berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat “insidental” maupun terprogram) dimulai dengan pemahan tentang tujuan layanan. Tujuan ini selanjutnya akan dilaksanakan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli yaitu konselor profesional. Kerjasama dari berbagai pihak, baik didalam maupun diluar berbagai tempat dia bekerja perlu dikembangan secara optimal. Prinsip-prinsip berkenaan dengan hal-hal tersebut adalah:
a.       Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu, oleh karena pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan agar klain mampu membimbing diri sendiri.
b.      Dalam proses konseling keputusan yang diambil harus sesuai keinginan klain bukan karena paksaan.
c.       Permasalah khusus yang diambil klain harus ditanggani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan khusus tersebut.
d.      Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional, oleh karena itu dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dalam bidang bimbingan dan koseling.
e.       Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang sama berkaitan dengan bimbingan dan konseling.
f.       Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan, oleh karena itu keduanya harus saling melengkapi untuk mengirangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada siswa.
g.      Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik, program pengukuran dan penilaian terhadap individu hendaknya dilakukan, dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik.
h.      Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu dalam lingkungannya.
i.        Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya diletakan dipuncak seorang pemimpin program yang terlatih secara khusus dalam pendidikan biadang bimbingan dan konseling.
j.        Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan. Kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap mereka, dan perubahan tingkah laku ang pernah dilayani. 
5.      Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan lembaga yang sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh berkembang dengan baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Para siswanya yang sedang pada tahap perkembangan yang “meranjak” memperlukan segala jenis layananbimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya. Para guru terlibat langsung  dalam pengajaran yang apabila pengajar itu dikehendaki mencapai taraf keberhasilan yangtinggi, memperlukan upaya penunjang untuk optimalisasi belajar siswa. Dalam kaitan ini tepatlah apa yang dikatakan oleh Bernard & fullmer (1969) bahwa “guru amat memperhatikan bagaimana pengajaran berlangsung, sedangkan konselor memperhatikan bagaimana murid belajar” seiring dengan itu, Crow & Crow (1960) mengemukakan perubahan materi kurikulum dan prosedur pengajaran hendaklah memuat kaidah-kaidah bimbingan. Apabila kedua hal itu memang terjadi, dapat diyakini bahwa proses belajar mengajar itu akan sukses.
Namun harapan akan tumbuh kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah masih tetap berupa harapan saja. Pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi memang ada disekolah, tetapi keberadaannya belum seperti yang dikehendaki. Dalam kaitan ini Belkin (1975) menegaskan enam prinsip untuk pelayanan bimbingan dan konseling di sekolahan.
Pertama, konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut.
Kedua, konselor harus selalu memprhatikan sikap profesional tanpa mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal lainnya dan siswa.
Ketiga, konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya, konselor harus mampu pula mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orang-orang dengan siapa dia akan bekerja sama tentang kehendak yang akan dihendaki.
Keempat, konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang mengalami permasalahan emosional, maupun yang memiliki bakat istimewa, serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan personal sekolah lainnya.
Kelima, konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk mebantu siwa-siwa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan siwa-siwa yang memiliki gangguan emosional, khususnya melalui kegiatan pengajaran disekolah dan kegiatan diluar sekolah.
Keenam, konselor harus mampu bekerja sama secara efektif dengan kepala sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan dan kecemasan-kecemasannya. Konselor memiliki kesempatan yang baik intuk menegakan citra bimbingan dan konseling profesional apabila ia memiliki hubungan yang saling menghargai dan saling memperhatikan dengan kepala sekolah.
Prinsip-prinsip tersebut menegaskan bahwa peneggakan dan pertumbuh kembangkan pelayanan bimbingan dan konseling disekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor profesional yang tahu dan mampu bekerja. Konselor yang demikian itu tidak akan muncul dengan sendirinya, melainkan melalui pengembangan dan peneguhan sikap dan ketrampilan, wawasan dan pemahaman profesional yang mantap.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan, berkenaan dengan masalah individu, berkenaan dengan program pelayanan, berkenaan pelaksanaan layanan, dan berkenaan dengan bimbingan dan konseling disekolah.
2.7     Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Pelayananbimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan penyikapan (yang meliputi unsur-unsur kognisi, afektif, dan perlakuan) konselor terhadap kasus, pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaudah yang menjamin efisien dan efektifitas proses dan lain-lain. Kaidah-kaidah tersebut didasarkan atas tuntutan keilmuan layanan disatu segi (antara lain bahwa layanan harus didasarkan atas data dan tingkat perkembangan klain), dan tuntutan optimalisasi proses penyelenggaraan layanan disegi lain (yaitu antara lain suasana konseling ditandai oleh adanya kehangatan, pemahaman, penerimaan, kebebasan dan terbuka, serta berbagai sumber daya yang perlu diaktifkan).
Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu.
Asas-asas yang dimaksud adalah asa kerahasiaan, kesukarelaaan, keterbukaan, kemandirian, kekinian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, ahli tangan dan tut wuri handayani (Prayitno, 1987).
1.      Asas kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klain kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling, jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara akan mendapatkan kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klain sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konselingdengan sebaik-baiknya.
2.       Asas kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan dari semua pihak, klain diharapkan suka rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta dan selu beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor dan konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa.
3.       Asas keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaaan baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klain. Diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia diri untuk membuka diri untuk kepentingan memecahkan masalah.  Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara jujur tentang dirinya sendiri sehingga dengan keterbukaan ini penelahan dan pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan  terbimbing dapat dilaksanakan.
Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klain diharapkan mau membuka dirinya sendiri apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (dalam hal ini konselor), dan kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan, pertanyaan klain dan mengungkapkan  diri konselor sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh klain.
4.      Asas kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan  bukan masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan datang. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang sehingga kemungkinan yang kurang baik dimasa datang dapat dihindari.
Asas kekinian juga mengandung arti bahwa konselor tidak boleh menunda-nundapemberian bantuan. Konselor harus mendahulukan kepentingan klain dari pada yang lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberi bantuannyakini, maka dia harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk kepentingan klain.
5.      Asas kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling menjadikan terpembimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah  dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:
(a)      Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya;
(b)     Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis;
(c)      Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri;
(d)     Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu; dan
(e)      Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yan dimiliki.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum diatas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klain dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dan keseluruhan proses konseling, dalam hal itu didasari baik olkeh konselor maupun klain.
6.      Asas kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klain tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Konselor hendaknya membangkitkan semangat klain sehingga mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
Asas ini merujuk pada pola konseling “multi dimesional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klain dan konselor. Dalam konseling yang yang berdimensi verbal pun asas kegitan masih harus terselenggara, yaitu klain aktif menjalani proses konseling dan aktif pula melaksanakan hasil-hasil konseling.
7.      Asas kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klain, yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Perubahan itu tidak sekedar mengulang hal yang lama, yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju kearah yang lebih baik, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klain yang dikehendaki.
Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada ciri-ciri dari proses bimbingan dan konseling dan hasil-hasilnya.
8.      Asas keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan sebagai aspek kepribadian klain. Disamping keterpaduan pada diri klain, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Janan hendaknya aspek layanan yang satu tidak serasi dengan layanan yang lain.
Untuk terselengaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klain dan aspek-aspek lingkungan klain, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klain. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya bimbingan dan konseling.
9.      Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan.
Ditilik dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.
10.  Asas Keahlian
Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik, dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehinggga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu.
Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktik bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor harus benar-benar menguasai teori dan praktik konseling secara baik.
11.  Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alih tangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Disamping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. Bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah kriminal ataupun perdata.
12.  Asas Tutwuri Handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih dilingkungan sekolah, asas ini akan makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso”.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun diluar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa asas-asas bimbingan dan konseling adalah asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kemandirian, asas kegiatan, asas kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih tangan, dan asas tutwuri handayani.
2.8     Orientasi dan Ruang Lingkup Kerja Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling diselenggarakan terhadap sasaran layanan, baik dalam format individual maupun kelompok. Yang sering menjadi pertanyaan ialah hal-hal apakah yang menjadi pusat perhatian / titik berat pandangan konselor dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling itu ? Hal inilah yang menimbulkan konsep tentang orientasi bimbingan dan konseling.
2.8.1  Orientasi Bimbingan dan Konseling
Orientasi yang dimaksudkan adalah pusat perhatian / titik berat pandangan. Misalnya seseorang yang berorientasi ekonomi dalam pergaulan maka ia akan menitikberatkan pandangan / memusatkan perhatiannya pada perhitungan untung rugi yang dapat ditimbulkan oleh pergaulan yang ia adakan dengan orang lain.
a.      Orientasi Perseorangan
Misalnya seorang konselor memasuki sebuah kelas, didalam kelas itu ada sejumlah orang siswa. Apakah yang menjadi titik berat pandangan konselor berkenaan dengan sasaran layanan, yaitu seiswa-siswa yang hendaknya memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Semua siswa itu secara keseluruhan ataukah masing-masing siswa seorang demi seorang ? “Orientasi Perseorangan” bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual.
b.      Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya diterjadikan pada diri individu. Bimbingan dan konseling memusatkan perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.
c.       Orientasi Permasalahan
Orientasi permasalahan dalam bimbingan dan konseling lebih mengarahkan perhatian konselor kepada kemungkinan adanya masalah pada diri sasaran layanan, dan kalau ternyata masalah itu memang ada, layanan bimbingan dan konseling berusaha mengentaskannya. Lebih jauh, orientasi permasalahan itu berusaha agar sasaran layanan tidak mengalami masalah.
2.8.2  Ruang Lingkup Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peranan penting, baik bagi individu yang berada dalam lingkungan sekolah, rumah tangga (keluarga), maupun masyarakat pada umumnya.
a.      Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan bidang pelayanan pokok disamping dua bidang pelayanan lainnya, yaitu bidang pelayanan kurikulum dan pengajaran serta bidang administrasi dan pengelolaan. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah memberikan perhatian utama dan menyelenggarakan pelayanan yang secukup-cukupnya untuk para siswa agar mereka mampu berkembang dan belajar secara optimal. Konselor sekolah merupakan tenaga utama dan inti serta ahli dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah itu. Dalam menjalankan tugasnya itu konselor sekolah memiliki dan mewujudkan tanggung jawabnya kepada siswa, orang tua, sejawat, masyarakat, diri sendiri, dan profesi.
b.      Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Luar Sekolah
Pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah diselenggarakan didalam keluarga dan dilembaga-lembaga serta bidang-bidang lain dalam masyarakat luas. Dalam kaitan itu, konselor berada dimana-mana, bekerja sama dengan berbagai pihak, dan menawarkan jasa bimbingan dan konseling secara luas dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa orientasi bimbingan dan konseling dibagi menjadi orientasi perseorangan, orientasi perkembangan, orientasi permasalahan. Ruang lingkup pelayanan bimbingan dan konseling dibagi menjadi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan di luar sekolah.
2.9     Jenis Layanan dan Kegiatan Bimbingan dan Konseling
2.9.1  Layanan Orientasi
Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya.
a.       Layanan Orientasi di Sekolah
Materi orientasi yang mendapat penekanan dilingkungan sekolah yaitu :
·         Sistem penyelenggaraan pendidikan pada umumnya
·         Kurikulum yang ada
·         Penyelenggaraan pengajaran
·         Kegiatan belajar siswa yang diharapkan
·         Sistem penilaian, ujian, dan kenaikan kelas
·         Fasilitas dan sumber belajar yang ada
·         Fasilitas penunjang
·         Staf pengajar dan TU
·         Hak dan kewajiban siswa
·         Organisasi siswa
·         Organisasi orang tua siswa
·         Organisasi sekolah secara menyeluruh
b.      Metode Layanan Orientasi Sekolah
Keluasan dan kedalaman masing-masing pokok materi diatas yang disampaikan kepada siswa disesuaikan dengan jenjang sekolah dan tingkat perkembangan anak.
·         Untuk anak-anak yang baru memasuki kelas satu SD, tentulah materi-materi tersebut tidak perlu disampaikan kepada anak-anak yang masih sangat muda itu.
·         Untuk anak-anak yang segera akan memasuki SLTP, disarankan beberapa kegiatan yakni :
ü  Kunjungan ke SD pemasok
ü  Kunjungan ke SLTP pemesan
ü  “Malam” pertemuan dengan orang tua
ü  Staf konselor bertemu dengan guru membicarakan siswa-siswa baru
ü  Mengunjungi kelas
ü  Memanfaatkan siswa senior
·         Untuk siswa-siswa pada jenjang yang lebih tinggi (SLTA dan Mahasiswa) layanan serupa juga diperlukan.bagi mereka, layanan seperti itu mungkin justru makin dirasakan perlunya, mengingat lembaga pendidikan yang lebih tinggi itu lebih kompleks dan tidak mungkin dipahami dengan secara sepintas lalu saja.
c.       Layanan Orientasi di Luar Sekolah
Dengan orientasi diluar sekolah, proses penyesuaian diri kembali akan memperoleh sokongan yang amat berarti. Cara penyajian orientasi diluar sekolah sangat tergantung pada jenis orientasi yang diperlukan dan siapa yang memerlukannya.
2.9.2  Layanan Informasi
Layanan informasi adalah kebutuhan yang sangat tinggi tingkatannya.
a.       Jenis-jenis Informasi
·         Informasi Pendidikan
Ø  Pertama kali masuk sekolah
o   Jam-jam belajar
o   Disiplin dan peraturan sekolah lainnya
o   Kegiatan belajar dan kegiatan anak lainnya di sekolah
o   Buku-buku / alat pelajaran
o   Fasilitas, makanan, kesehatan, tempat bermain
o   Fasilitas transportasi
o   Peraturan tentang kunjungan orang tua ke sekolah
Ø  Memasuki SLTP
o   Jadwal kegiatan sekolah
o   Mata pelajaran yang ada
o   Kegiatan ko-kurikuler
o   Fasilitas sumber belajar
o   Sarana penunjang
o   Peraturan sekolah, hak & kewajiban siswa dan orang tua
o   Keadaan fisik sekolah
o   Prosedur penerimaan
Ø  Memasuki SLTA
o   Mata pelajaran dan pembidangannya
o   Jurusan / program-program yang disediakan
o   Hubungan antara satu jurusan / program ndengan pekerjaan / kegiatan di masyarakat yang lebih luas
o   Tersedianya latihan-latihan khusus
o   Jadwal kegiatan belajar dan latihan
o   Kegiatan ko dan ekstrakurikuler yang disediakan
o   Tuntutan pengembangan sikap dan kebiasaan belajar
o   Peraturan sekolah, hak & kewajiban siswa
o   Fasilitas sumber belajar
o   Pelayanan bimbingan dan konseling
o   Fasilitas penunjang
o   Kemungkinan beasiswa
o   Kemungkinan melanjutkan pelajaran ke Perguruan Tinggi
o   Keadaan fisik sekolah
o   Prosedur penerimaan
Ø  Memasuki Perguruan Tinggi
o   Lembaga pendidikan yang menyajikan program-program yang lebih spesifik
o   Beasiswa dan berbagai kemungkinan tunjangan yang dapat diperoleh beserta syarat dan cara melamarnya
o   Program-program latihan khusus
o   Kemungkinan lain yang dapat dimasuki oleh lulusan SLTA
·         Informasi Jabatan
Ø  Stuktur dan kelompok-kelompok jabatan/pekerjaan utama
Ø  Uraian tugas masing-masing jabatan/pekerjaan
Ø  Kualifikasi tenaga yang diperlukan untuk masing-masing jabatan
Ø  Cara/prosedur penerimaan
Ø  Kondisi kerja
Ø  Kesempatan untuk pengembangan karier
Ø  Fasilitas penunjang
·         Informasi Sosial-Budaya
Ø  Macam-macam suku bangsa
Ø  Adat istiadat dan kebiasaan
Ø  Agama dan kepercayaan
Ø  Bahasa
Ø  Potensi daerah
Ø  Kekhususan masyarakat / daerah tertentu
b.      Metode Layanan Informasi di Sekolah
·         Ceramah
Ceramah adalah metode pemberian informasi yang paling sederhana, mudah dan murah, dalam arti bahwa metode ini dapat dilakukan hampir oleh setiap petugas bimbingan di sekolah.
·         Diskusi
·         Karyawisata
Karyawisata adalah salah satu bentuk KBM yang telah terkenal secara meluas, baik oleh masyarakat sekolah maupun masyarakat umum. Penggunaannya dimaksudkan agar bisa membantu siswa mengumpulkan informasi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif, menghendaki siswa berpartisipasi secara penuh baik dalam persiapan maupun pelaksanaan berbagai kegiatan tehadap obyek yang dikunjungi.
·         Buku Panduan
Buku panduan dapat membantu siswa dalam mendapatkan banyak informasi yang berguna.
·         Konferensi Karier
Dalam konferansi karier, para narasumber dari kelompok-kelompok usaha, jawatan / dinas lembaga pendidika, dll yang diundang, mengadakan penyajian tentang berbagai aspek program pendidikan  & latihan / pekerjaan yang diikuti oleh para siswa.
c.       Layanan Informasi di Luar Sekolah
Jenis-jenis informasi yang diperlukan itu pada dasarnya sejalan dengan informasi yang telah diuraikan diatas, yaitu informasi yang berkenaan dengan penghidupan yang lebih luas, yaitu perikehidupan beragama, berkeluarga, bekerja, bermasyarakat, dan bernegara dapat merupakan kebutuhan banyak warga masyarakat.
2.9.3  Layanan Penempatan dan Penyaluran
a.       Penempatan dan Penyaluran Siswa di Sekolah
·         Layanan penempatan di dalam kelas
Layanan penempatan di dalam kelas merupakan jenis layanan yang paling sederhana dan mudah dibandingkan dengan layanan penempatan penyaluran lainnya,
·         Penempatan dan Penyaluran ke dalam Kelompok Belajar
Pembentukan kelompok belajar mempunyai 2 tujuan pokok yaitu :
Ø  Untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Ø  Untuk wadah belajar bersama.
·         Penempatan dan Penyaluran ke dalam Kegiatan Ko/Ekstra Kurikuler
Kegiatan ini merupakan bagian dari kurikulum. Salah satu ciri yang menonjol dari kegiatan ini adalah keanekaragamannya, mulai dari memasak sampai musik, dari pengumpulan perangko sampai dengan permainan hoki.
·         Penempatan dan Penyaluran ke Jurusan / Program Studi
Informasi ini hendaknya bisa mengarahkan siswa untuk memahami tujian, isi (kurikulum), sifat, syarat-syarat memasuki program studi tertentu, cara & ketrampilan belajar, kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, dan kesempatan kerja setelah tamat dari setiap jurusan / prodi.
b.      Penempatan dan Penyaluran Lulusan
·         Penempatan dan Penyaluran ke dalam Pendidikan Lanjutan
Hal ini tidak dapat dilakukan secara acak, tapi memerlukan perencanaan yang matang sebelum siswa tamat dari bangku sekolah yang sedang didudukinya.
·         Penempatan dan Penyaluran ke dalam Jabatan / Pekerjaan
Walaupun disekeliling siswa tersedia berbagai macam lapangan kerja, tetapi tidak semua lapangan pekerjaan itu dapat dengan mudah atau cocok untuk dimasuki.
2.9.4  Layanan Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan sangat penting diselenggarakan disekolah. Layanan bimbingan belajar dilaksanakan melalui tahap-tahap sbb :
·         Pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar
Masalah belajar memiliki bentuk yang banyak ragamnya, yakni :
Ø  Keterlambatan akademik
Ø  Ketercepatan dalam belajar
Ø  Sangat lambat dalam belajar
Ø  Kurang motivasi dalam belajar
Ø  Bersikap dan berkebiasaan buruk dalam belajar
Siswa yang mengalami masalah belajar dapat dikenali melalui prosedur pengungkapan melalui tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar, dan pengamatan.
·         Upaya membantu siswa yang mengalami masalah belajar
Ø  Pengajaran perbaikan
Ø  Kegiatan pengayaan
Ø  Peningkatan motivasi belajar
Ø  Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik
2.9.5  Layanan Konseling Perorangan
·         Layanan konseling diselenggarakan secara resmi
Sifat “resmi” layanan konseling ditandai dengan adanya ciri-ciri sbb :
Ø  Layanan itu merupakan usaha yang disengaja
Ø  Tujuan layanan tidak boleh lain daripada untuk kepentingan dan kebahagiaan klien
Ø  Kegiatan layanan diselenggarakan dalam format yang telah ditetapkan
Ø  Metode dan teknologi dalam layanan berdasar teori yang telah teruji
Ø  Hasil layanan dinilai dan diberi tindak lanjut
·         Pengentasan Masalah Melalui Konseling
Langkah-langkah upaya pengentasan masalah melalui konseling pada dasarnya adalah :
Ø  Pemahaman masalah
Ø  Analisis sebab-sebab timbulnya masalah
Ø  Aplikasi metode khusus
Ø  Evaluasi
Ø  Tindak lanjut
·         Tahap-tahap Keefektifan Pengentasan Masalah Melalui Konseling
Ø  Kesadaran dan pemahaman masalah
Ø  Kesadaran akan perlunya bantuan orang lain
Ø  Usaha mencari bantuan
Ø  Partisipasi aktif dalam proses bantuan konseling
Ø  Pra konseling
·         Pendekatan dan Teori Konseling
Ø  Konseling Direktif
Dalam hal ini, klien bersifat pasif dan konselor bersifat aktif. Konseling direktif ini sering juga disebut konseling yang beraliran Behavioristik, yaitu layanan konseling yang berorientasi pada pengubahan tingkah laku secara langsung.
Tahap-tahapnya adalah :
o   Analisis data tentang klien
o   Pensintesisan data untuk mengenali kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan klien
o   Diagnosis masalah
o   Prognosis atau prediksi tentang perkembangan masalah berikutnya
o   Pemecahan masalah
o   Tindak lanjut dan peninjauan hasil-hasil konseling
Ø  Konseling Non-Direktif
Konseling ini sering juga disebut ”Client Centered Therapy”. Konseling Non-Direktif merupakan upaya bantuan pemecahan masalah yang berpusat pada klien.
Ø  Konseling Elektrik
Konseling ini adalah penggabungan dari konseling direktif dan non direktif.
·         Konseling di Lingkungan Kerja yang Berbeda
Ø  Konseling di Sekolah Dasar
Ø  Konseling di Sekolah Menengah
Ø  Konseling di Perguruan Tinggi
Ø  Konseling di Masyarakat
2.9.6  Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok
·         Ciri-ciri kelompok
·         Bimbingan kelompok
·         Konseling kelompok
2.9.7  Kegiatan Penunjang
·         Instrumentasi Bimbingan dan Konseling
Ø  Instrumen Tes
Tes merupakan prosedur untuk mengungkapkan tingkah laku seseorang dan menggambarkannya dalam bentuk skala angka atau klasifikasi tertentu.
Ø  Instrumen Non-Tes
Instrumen Non-Tes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara, catatan anekdot, angket, sosiometri, inventori yang dibakukan.
·         Penyelenggaraan Himpunan Data (data pribadi, data umum, dan data kelompok)
·         Kegiatan khusus
Ø  Konferensi kasus yakni untuk membicarakan suatu kasus
Ø  Kunjungan rumah
Tidak perlu dilakukan untuk seluruh siswa, hanya untuk siswa yang permasalahannya menyangkut dengan peranan rumah atau orang tua.
Ø  Alih Tangan
Meliputi 2 jalur, yakni :
o   Jalur kepada konselor èkonselor menerima kiriman dari pihak-phak lain.
o   Jalur dari konselor èkonselor mengirimkan klien yang belum tuntas ditangani kepada ahli-ahli lain.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling adalah layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan bimbingan belajar, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, instrumentasi bimbingan dan konseling, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan.
2.10   Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik jabatan adalah pola ketentuan / aturan / tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Rumusan kode etik bimbingan dan konseling adalah :
·         Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan penyuluhan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
·         Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Karena itu, pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawab yang bukan wewenang serta tanggung jawabnya.
·         Oleh karena pekerjaan pembimbing langsung berkaitan dengan kehidupan pribadi.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk membantu proses perkembangan pribadi dan mengatasi masalah yang dihadapi seringkali siswa memerlukan bantuan profesional. Sekolah harus dapat menyediakan layanan profesional yang dimaksud berupa layanan bimbingan dan konseling, karena sekolah merupakan lingkungan yang terpenting sesudah keluarga.


BAB III
PENUTUP
3.1    Simpulan
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang  yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan kepada individu yang sedang suatu masalah yang ber muara pada teratasinya masalah.
Bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan orang yang ahli kepada individu dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana untuk mengatasi masalah individu tersebut.
Tujuan dari layanan bimbingan dan konseling adalah membantu mengatasi berbagai macam kesulitan-kesulitan dan masalah yang dihadapi siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Peranan bimbingan dan konseling dalam pembelajaran siswa disekolah sangat penting karena konselor dan guru merupakan suatu tim yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan. Keduanya dapat saling menunjang terciptanya proses pembelajaran yang lebih efektif.
Beberapa landasan dari bimbingan konseling diantaranya : landasan filosofis, landasan religius, landasan pesikologis, landasan sosial budaya, landasan ilmiah, landasan teknologis dan landasan pedogonis. Landasan filosofis merupakan landasan dari pemikiran-pemikiran yang arif dan bijak sana, sepertihakikat manusia dan tujuan serta tugas kehidupn manusia. Landasan religius merupakan kaidah-kaidah agama harus dikembangkan dan dimuliakan. Landasan pesikologis dimaksudkan untuk  memberi memberi pemahan tentang tingkah laku individu. Landasan sosial budaya untuk seluruh rakyatdengan mempertimbangkannilai, aspek sosial. Landasan ilmiah tentang teknologi tentang sifat-sifat keilmuan dan konseling. Landasan pedogonis mengemukakan bahwa antara pendidikan dan bimbingn dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan.
Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan, berkenaan dengan masalah individu, berkenaan dengan program pelayanan, berkenaan pelaksanaan layanan, dan berkenaan dengan bimbingan dan konseling disekolah.
Asas-asas bimbingan dan konseling adalah asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kemandirian, asas kegiatan, asas kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih tangan, dan asas tutwuri handayani.
Orientasi bimbingan dan konseling dibagi menjadi orientasi perseorangan, orientasi perkembangan, orientasi permasalahan. Ruang lingkup pelayanan bimbingan dan konseling dibagi menjadi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan di luar sekolah.
Untuk membantu proses perkembangan pribadi dan mengatasi masalah yang dihadapi seringkali siswa memerlukan bantuan profesional. Sekolah harus dapat menyediakan layanan profesional yang dimaksud berupa layanan bimbingan dan konseling, karena sekolah merupakan lingkungan yang terpenting sesudah keluarga.
3.2    Saran
3.2.1  Orang Tua
Dengan adanya BK, orang tua diharapkan lebih bisa memahami dan menjadi seseorang yang dapat dipercaya anak untuk menceritakan tentang apa yang ia alami. Orang tua seharusnya bisa menjadi orang yang terdekat untuk anaknya.
3.2.2  Guru
Dengan adanya BK, guru dituntut untuk lebih bisa memahami karakter siswa dan bisa memberikan saran pada siswa atas apa yang dialaminya.
3.2.3  Siswa
Dengan adanya  BK, siswa bisa lebih leluasa untuk mengungkapkan perasaannya atau masalah yang dialaminya.
3.2.4  Sekolah
Dengan adanya BK, sekolah seharusnya bisa menjadi tempat untuk siswa bisa mencurahkan permasalahan yang sedang dihadapinya agar proses KBM bisa berjalan dengan baik, lancar, dan efisien.


DAFTAR PUSTAKA
Prof. Soetjipto; Kosasi, Raflis. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta : rineka Cipta.
Prayitno; Amti, Erman. 2008. Dasa-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta.
Yusuf, Syamsu; Nurihsan, A.Juntika. 2006. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

memproduksi teks editorial pada suatu hari

memproduksi teks editorial pada suatu hari

Memproduksi Teks Opini/Editorial Menulis  teks opini  berarti menyebarluaskan gagasan kepada kha...
Teks “Anekdot Hukum Peradilan”

Teks “Anekdot Hukum Peradilan”

Peradilam merupakan suatu sistem atau proses penegakan hukum dan keadilan. Ini berarti bahwa pera...

Membuat Dialog “Anekdot Hukum Peradilan”

Anekdot menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) yang bertuliskan bahwa pengertian anekdot adalah cerita lucu karna menarik dan menge...

Menginterpretasi Fungsi Sosial Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Menginterpretasi Fungsi Sosial Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Latar belakang pengarang memiliki peran yang besar dalam memberikan nuansa dan nilai dalam proses...
Mengevaluasi Struktur Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Mengevaluasi Struktur Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Laskar Pelangi adalah novel pertama karya Andrea Hirata yang menceritakan tentang kehidupan 10 ana...
Menganalisis Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Menganalisis Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Pada dasarnya, teks cerita fiksi tidak berbeda dengan teks sejarah, filsafat, atau sosiologi. Sem...
Membandingkan Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Membandingkan Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Bahasa merupakan wahana utama penghasil teks. Bahasa adalah sarana bagi pengarang agar leluasa men...
Memahami Ciri Kebahasaan Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Memahami Ciri Kebahasaan Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Nyanyi Sunyi dari Indragiri karya Hary B. Kori’un secara jelas menyingkap kondisi sosial masyarak...
Membandingkan Teks Opini

Membandingkan Teks Opini

Membandingkan teks adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan persamaan dan perbedaan atas sua...
Menganalisis Teks Opini/Editorial

Menganalisis Teks Opini/Editorial

Analisis adalah kegiatan penyelidikan (meneliti/memeriksa) terhadap suatu teks, dan menganalisis ..

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : MAKALAH BK BIMBINGAN DAN KONSELING

0 komentar:

Posting Komentar